[CERPEN] Gadis Kucir Ekor Kuda

Untuk mendekati cewek, maka si cowok harus bisa menyesuaikan kebiasaan si cewek.

Wajahnya biasa saja, tetapi suara merdunya saat menyanyi di pesta Dies Natalis ke-30 sekolah mereka, membuat Valen tiada berkedip menatapnya. Rambutnya dikuncir ekor kuda, gaya rambut unik untuk masa kini. Siapakah gerangan gadis itu? Mengapa Valen baru kali ini melihatnya?

“Namanya Wulan,” kata Yohan, teman duduk Valen. “Makanya gaul dong, Val. Jangan main game terus.”

Valen menyeringai dan garuk-garuk kepala.

“Kamu kenal dia?” tanya Valen.

“Kecuali kamu, semua cowok di sekolah ini kenal Wulan,” sahut Yohan.

“Maksudku, kamu akrab sama dia?”

“Nggak begitu akrab, tetapi aku sering bertemu di perpus.”

Hari berikutnya, Valen nyasar ke perpustakaan, suatu tempat aneh baginya. Matanya mencari-cari dan ia menemukan seorang gadis berambut kuncir ekor kuda duduk di pojok sedang membaca buku setebal bantal. Valen segera mendekat.

“Hai, kamu Wulan, kan? Aku dengar kamu pintar menyanyi. Oh, ya, kenalkan aku Valen,” kata Valen ramah, mengulurkan tangan.

Wulan tersenyum dan menyambut uluran tangan Valen.

“Kamu sudah tahu namaku. Jadi, aku nggak perlu mengenalkan namaku, kan?” sahut Wulan dengan lesung pipi menyembul. Ah, manis sekali. “Aku penyanyi amatiran, kok,” lanjut Wulan.

“Dan kamu juga suka baca buku,” sahut Valen.

Wulan tersenyum, lalu bertanya, “Kamu suka baca buku juga?”

Valen tergeragap, tetapi segera mengatasi keadaan. “Tentu saja. Aku punya banyak buku di rumah.”

“Buku apa? Buku tulis?” sahut Wulan menahan senyum.

“Ya nggak, dong. Ada Agatha Christie, Andrea Hirata, Tere Liye. Banyak, deh,” jawab Valen mantap.

“Yang benar?” sahut Wulan masih dengan senyum tertahan.

“Kalau nggak percaya, datang saja ke rumahku.”

“Percaya, deh,” sahut Wulan. “Mungkin teori itu salah.”

“Teori apa?”

“Konon, gemar baca buku akan membuat sorot mata bercahaya. Tapi mata kamu lain.”

“Lain gimana?” tanya Valen.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Mata kamu kosong. Nggak bercahaya,” sahut Wulan terkekeh, lalu menutup buku di depannya. Ia beranjak dari kursi, melangkah ke bagian peminjaman. Wulan meminjam buku tebal itu? Gila! Berapa tahun untuk membaca buku setebal bantal itu?

***

Jangan kaget bila kemudian Valen sukses melakukan pedekate sama Wulan. Gampang. Untuk mendekati cewek, maka si cowok harus bisa menyesuaikan kebiasaan si cewek. Karena Wulan suka baca buku, maka Valen juga harus mengikutinya, meski dengan sedikit muslihat.

Apakah Valen jadi pelahap buku-buku tebal? Nggak, kok. Mata Valen bisa bengkak kalau disuruh baca buku.  Valen cuma baca resensi buku di koran, majalah, atau internet. Jenius, kan?

Hasilnya sangat memuaskan. Valen bisa melayani obrolan Wulan dengan sangat menyenangkan. Mereka sering mojok di perpustakaan, dan kebersamaan mereka telah menciptakan sebuah hubungan yang demikian akrab. Teman-teman mulai menganggap Valen dan Wulan punya hubungan khusus. Ada pula yang komentar mereka terlibat cinta lokasi.

Ah, masa bodoh dengan semua komentar itu. Yang penting, tiap pulang sekolah, Valen bisa jalan bareng Wulan, naik bus kota bareng. Sekarang Valen mengerti manfaat membaca (resensi) buku. Hehe...

***

Dengan tubuh wangi, Valen menuju rumah Wulan. Ini malam Minggu, saat yang tepat untuk menembak cewek. Valen membayangkan Wulan yang terpana lalu jatuh ke dalam pelukannya, ketika Valen menyatakan cinta. Amboi, romantisnya!

Dada Valen berdesir ketika sampai halaman rumah Wulan. Di teras, tampak Wulan duduk bersama seorang cowok. Ah, mungkin itu cowok sekadar tamu yang akan mengundang Wulan untuk menyanyi di sebuah acara. Jangan berburuk sangka, Val!

Wulan berdiri menyambut kedatangan Valen, lalu mengenalkan cowok di dekatnya.

“Ini Mas Haris. Dia kuliah di UGM. Sekarang dia sedang libur,” kata Wulan.

Valen dan cowok itu berjabatan tangan.

“Sebentar lagi Mas Haris wisuda. Kami akan segera bertunangan. Kamu datang ke pesta pertunangan kami ya, Val?” ucapan Wulan seperti petir merobek telinga Valen.

Seketika lutut Valen lemas dan tubuhnya seperti tak bertulang lagi. Mengapa Wulan tidak pernah bilang kalau sudah punya pacar? Mengapa setiap kali Valen bertanya, Wulan selalu pandai mengelak, dan itu membuat Valen salah tangkap.

“Akan kuusahakan untuk datang. Selamat, ya?” ucap Valen tersenyum, meski hatinya berantakan. “Maaf, aku hanya mampir. Permisi. Selamat malam.”

Valen mencegat taksi.

“Ke mana, Mas?”

“Ke mana sajalah, Pak.”

“Sedang patah hati, ya, Mas?”

Valen tertegun. Sopir taksi terkekeh. Taksi melaju di jalanan padat, entah ke mana.

*

 

Sulistiyo Suparno Photo Verified Writer Sulistiyo Suparno

Senang menulis cerpen, karena tidak bisa melukis.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya