A Peculiar Relationship

Kesendirian tak pernah begitu indah sebelumnya...

Bahkan setelah melalui hari yang sangat sibuk dan melelahkan, segera setelah aku merebahkan diri di kasur dan memutar sebuah lagu, aku pasti langsung merasa diingatkan oleh sebuah kesendirian yang terasa. Tak peduli seberapa kerasnya aku mengalihkan perhatianku, sebagian dari diriku terjebak di sebuah sudut sepi. Sepanjang hari aku akan tertawa dengan yang lain, berjalan-jalan hanya untuk membuat diriku lelah dan melihat banyak orang. End of the day, I see myself and I realize that somewhere, I cannot console that lonely part of me.

Mungkin, itu adalah sisi yang menulis setiap kata penuh kesedihan dan jati diri seorang ‘perempuan-yang-tak-seberapa-bahagia-tapi-tetap-berusaha-untuk-mampu’ datang terbentuk.

This other side of me meets me at the stroke of midnight. There’s a peculiar relationship between the darkness the nights carry and this dark shadow of me. The sun sets, the moon rises and spills its milky pale glow upon this depressed universe.

Aku merasa, bahwa, bulan melanjutkan malam untuk membuat rasa nyeri ini tetap terasa romantis yang tersembunyi di gelapnya lorong; dan aku hanyalah seorang perempuan yang jatuh cinta dengan kesengsaraan, mengais-ais luka hanya untuk ditulis dan diromantisi. Mungkin ada banyak waktu di mana aku terbangun tengah malam, duduk bersila dan melihat ke luar jendela sembari menyeruput secangkir teh panas.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Pasti ada seseorang yang seperti aku di luar sana, yang mabuk akan kata-kata hingga ia terlelap, bersedia menjadi pendosa karena ia tahu tak ada seorang pun yang bisa memanfaatkan sebuah kegelapan. Seseorang, di suatu tempat, pasti sedang berharap untuk mengundang seseorang untuk duduk di sebelahnya dan berbagi keheningan. Kita semua membicarakan banyak hal, namun hanya beberapa orang yang mampu untuk berbagi keheningan. Aku tak tahu kepada siapa aku harus mengulurkan tangan di tengah malam seperti ini untuk diajak berbagi.

Rasanya tak ada yang mengenalku sebaik itu, sehingga aku percaya bahwa hanya pada layar dan lembaran kertas teriakanku harus tertuju. Aku berteriak karena tak banyak orang yang terang-terangan menyatakan bahwa mereka mencintai seseorang dan benar-benar serius padanya. The ones who love honestly don’t say it. The ones who do aren’t loved back. Kita tak diizinkan untuk mengekspresikan kebahagiaan, kesengsaraan, kemarahan, dan bahkan rasa cinta. “Tenang dulu dong, jangan buru-buru seneng!”, ini adalah hal yang selalu kudengar sepanjang waktu.

Tapi apa kamu tahu? Aku tak mendengarkan mereka lagi dan aku akan tertawa keras hingga perutku sakit. Aku bertepuk tangan dan tersenyum tanpa batas ketika sesuatu yang membahagiakan terjadi. I cry in movies, and when I watch a bad news over televisions; I act protective and responsible and I express it all. When I read a novel, I smile and sometimes my eyes well up with tears of joy too. Why shouldn’t I let myself feel? Why shouldn’t I express what I feel? I’m a human and I’m ought to feel.

Tapi sedihnya, tak banyak dari kita yang merasakan hal yang sama dan mungkin itulah kenapa aku duduk di sini sendiri, menulis pada diri sendiri soal realita yang hampir mendekati sebuah keputus asaan, sharing the intensity of the fierce fires under the prolonged silence upon the surface of this midnight struck the hour.

Ice Juice Photo Verified Writer Ice Juice

A dyslexic peculiar organism capable of turning caffeine into words.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya