[CERPEN] Magis Kupu-kupu Malam

Ini bukan kupu-kupu biasa, ia bisa menjelma menjadi bidadari surga

 

Kupu-kupu malam yang berbinar itu sungguh ada. Ya, benar-benar ada! Inilah yang membuatku percaya pada rumor yang belakangan ini ramai dibicarakan orang banyak. Aku melihatnya kali pertama. Ah bukan, maksudku, kupu-kupu itu menghampiriku kali pertama di malam ketiga di bulan Juni. Entah dari mana datangnya, tapi tiba-tiba saja kupu-kupu itu muncul di langit-langit kamarku beberapa saat setelah mentari tergelincir dari kaki langit.

Kupu-kupu itu tampak biasa ketika berada di langit-langit kamarku. Tak ada yang bersinar seinci pun pada tubuh maupun sayapnya. Sebagaimana kupu-kupu pada umumnya, ia memiliki sayap lebar bercorak indah keungu-unguan dan punya dua antena yang melengkung di kepalanya. Entah bagaimana dan dari mana kupu-kupu itu bisa masuk sebab seingatku pintu dan jendela kamar telah kututup rapat sejak petang.

Aku melihatnya terbang meninggi dan merendah, meliuk-liuk di udara. Kupu-kupu itu bagai perempuan yang tengah menari-nari dan aku terpana dibuatnya. Sebentar kemudian kupu-kupu itu terbang ke arah pintu dan ia sempat berputar-putar sebentar di sana. Kupikir ia meminta untuk dibukakan pintu itu. Kupu-kupu itu pun terbang keluar saat kubuka pintu kamar. Aku mengikutinya. Terus mengikutinya sampai tanpa sadar aku sudah berjalan keluar rumah di malam hari.

Yang membuat kuterpana pada kupu-kupu itu adalah tubuhnya yang berbinar bagai kunang-kunang ketika berada di luar. Sinarnya tak terlampau silau tapi tak juga temaram. Bahkan corak dan warna keunguan pada sayapnya masih begitu kentara meski tubuhnya berbinar. Itu membuatku makin-makin terbuai dan terus mengikutinya hingga tanpa kusadari kupu-kupu itu membawaku ke sebuah bukit yang senyap di pinggiran kota. Namun, setibanya di sana kupu-kupu itu justru lenyap di antara kegelapan yang lapang entah bagaimana. Mulanya binar tubuhnya mulai meredup bagai petromaks yang kehabisan minyak, sampai kemudian binarnya pun benar-benar mati bersamaan dengan tubuhnya yang lenyap ditelan gelap.

Pertemuanku dengan kupu-kupu berbinar itu merupakan awal dari hal-hal janggal yang mampu melenakanku. Sebab setiap kali habis melihat kupu-kupu berbinar itu maka aku akan selalu bertemu dengan seorang bidadari yang nirmala di dalam mimpiku. Bidadari yang betapa nyata dapat kurasakan sentuhannya bahkan wanginya masih dapat kuhirup saat kuterbangun. Bidadari yang selalu  membuatku terbangun dengan tubuh berkeringat dan celana dalam yang ternodai mani.

**

 

Sesuatu yang janggal mulai terjadi di kotaku dua bulan sebelum aku melihat kupu-kupu berbinar itu untuk kali pertama. Satu per satu kaum lelaki di kotaku semakin habis. Mereka hilang tanpa jejak dan tanpa saksi. Banyak yang mengaitkan kejadian janggal ini dengan kemunculan kupu-kupu itu, sebab tak sedikit dari para lelaki yang hilang itu pernah menceritakan kepada teman dan kerabatnya bila mereka pernah melihat kupu-kupu alien.

Memang belakangan ini ramai sekali kabar hilangnya satu per satu kaum lelaki di kota kami. Sebagian ada yang percaya jika mereka diculik oleh kelompok bawah tanah untuk kemudian dicuci otaknya guna menjadi pemberontak kelak. Beberapa lagi mengatakan kalau mereka diculik untuk kemudian diambil organ tubuhnya. Bahkan ada juga yang meyakini bila mereka diculik oleh alien untuk menjadi bahan penelitian atau dijadikan peliharaan. Tapi, dari semua itu, yang kutahu peristiwa aneh ini telah menyirnakan ketenangan kota kami.

“Coba ingat-ingat lagi. Hilangnya teman-teman kita itu mulai terjadi setelah munculnya kupu-kupu bercahaya itu, kan?” Rohim, salah seorang teman kerjaku bersuara. Di meja kerjanya penuh dengan tumpukan dokumen yang berserakan tak karuan. Itu adalah pekerjaan yang kini menjadi tanggungannya semenjak beberapa teman kami menghilang ke mana entah.

“Nah, betul!” seru Kodir. “Teman-teman kita yang mengaku pernah melihat kupu-kupu itu mulai hilang satu per satu.”

“Tapi apa ada hubungannya? Apa kupu-kupu itu memakan mereka semua?” tanyaku.

“Entahlah, mungkin ini memang fenomena gaib,” saut Rohim.

Dan pembicaraan itu berhenti begitu saja tanpa kesimpulan apa-apa setelah Pak Zaki serta-merta menegur kami yang tersisa untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang kian menumpuk.

Saat ini apa yang pernah diucapkan Rohim itu kembali terngiang di benakku dan membuatku sedikit ngeri. Pasalnya, baru kemarin aku dikunjungi langsung oleh kupu-kupu berbinar itu untuk kali pertama. Dan entah bagaimana aku merasa begitu tersihir oleh keberadaan makhluk itu. Aku amat mengaguminya bagai baru melihat hal terindah yang ada di dunia ini.

Apa itu berarti aku akan hilang juga nanti? Tiba-tiba saja kepalaku pusing dan aku berharap tak akan bertemu lagi dengan kupu-kupu berbinar itu, meski kenyataanya jauh di dalam diri ini sangat mendambakan melihat lagi kupu-kupu itu.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Otakku benar-benar tak berdaya melawan pesona makhluk itu ketika kupu-kupu itu sekonyong-konyong muncul lagi di kamarku. Kupu-kupu bersayap keunguan yang berbinar itu menghampiriku lagi di malam berikutnya dan aku kembali terlena dan aku mengikutinya keluar dan aku baru tersadar setelah kupu-kupu itu hilang di balik kegelapan yang lapang. Dan setelahnya, aku kembali bermimpi bertemu dengan bidadari dan bercinta dengannya.

**

 

Sebelum kemunculan kupu-kupu berbinar―yang entah dari mana itu― kota kami sangatlah tenang. Barangkali sebuah wilayah yang biasa disebut kota adalah tempat yang sesak dan bising. Kemacetan merebak. Tempat yang padat akan manusia. Rumah saling berhimpitan. Suara gaduh di mana-mana. Tak peduli pagi atau malam, kesibukan akan selalu berseliweran di setiap sudutnya.

Namun lain hal dengan kota kami. Kota kami memang kerap bising namun tak terlampau. Kota kami pun mengenal macet namun hanya sekadarnya. Di kota kami pun rumah saling berhimpitan. Namun bedanya di kota kami tak pernah ada yang beraktivitas di luar selepas mentari tenggelam. Seluruh penduduknya tak ada yang hendak keluar sekalipun hanya bersantai di teras sambil meneguk kopi di waktu malam. Kota kami akan selalu mati di malam hari. Itu karena kebiasaan kami yang menjadikan malam sebagai waktu istirahat kami.

Sampai akhirnya pembicaraan mengenai fenomena kupu-kupu berbinar itu pun mulai hadir mengoyak ketenangan kota kami. Dari satu mulut ke mulut lain. Dari satu kesaksian ke kesaksian lain. Dan kesaksian itu menyebutkan seorang lelaki kali pertama melihatnya di awal bulan Maret.

Kupu-kupu berbinar itu hanya muncul di malam hari, kata lelaki itu. Tubuhnya berbinar bagai kunang-kunang. Namun bila kunang-kunang hanya satu bagian tubuhnya yang bercahaya, kupu-kupu ini justru diselimuti seluruh tubuhnya oleh cahaya. Namun hanya kaum lelaki yang bisa melihatnya, begitulah kata lelaki itu yang kemudian terdengar dari satu kuping ke kuping lain.

Kupu-kupu itu menghampiri setiap lelaki yang terpilih. Begitulah kabar yang tersiar dan banyak diyakini. Dan entah bagaimana kupu-kupu itu menjelma menjadi bidadari cantik di mimpi para lelaki itu setelahnya. Dan mulanya aku sama sekali tak percaya pada rumor murahan itu. Sama sekali tak percaya sampai akhirnya di malam ketiga di bulan Juni kupu-kupu berbinar itu muncul di hadapanku.

Kupu-kupu berbinar itu menghampiriku untuk kali pertama saat para lelaki di kota kami mulai menghilang satu per satu tanpa jejak. Tapi aku tak peduli pada hilangnya mereka saat ini. Sebab aku tak mau memikirkan hal lain kecuali memandangi kupu-kupu berbinar nan indah itu.

Kupu-kupu berbinar itu kembali membawaku ke bukit yang sunyi ini. Lagi-lagi hanya ada aku dan kupu-kupu ini yang terus menari. Aku sangat berharap kupu-kupu ini adalah jelmaan bidadari yang sering muncul di mimpiku setelahnya dan kupu-kupu itu akan berubah menjadi bidadari di hadapanku secepatnya. Tapi di setiap malam kupu-kupu berbinar itu tak pernah menjelma apa pun. Bahkan tak ada sedikit pun tanda-tandanya ia akan berubah. Justru aku yakin kalau tak lama lagi ia akan hilang di tengah kegelapan.

Namun malam ini kupu-kupu itu nyatanya tak menghilang. Kali ini sesampainya di sebuah bukit yang hanya dikuasai kegelapan binar di tubuhnya justru kian benderang dan menyilaukan sampai-sampai aku menyipit dan memejam dibuatnya. Entah berapa lama, tapi sepertinya hanya beberapa detik binar itu lenyap dan aku dapat membuka mataku lagi. Lantas aku tercenung bagai bocah yang baru melihat tetek gadis perawan. Bidadari yang selama ini muncul di mimpiku kali ini benar-benar ada di hadapanku.

“Sudah waktunya kita hidup bersama, Lintang.”

Aku membatu. Ia tahu namaku entah dari mana dan aku tak peduli itu.

“Kau mau, kan, hidup bersamaku?” Aku mengangguk. Ia tersenyum. “Kalau begitu kemarilah. Sudah saatnya kita hidup bersama di dunia yang lebih abadi,” ujarnya seraya mengulurkan tangannya ke arahku dan sebentar kemudian aku menggapainya tanpa ragu.

Aku mengikutinya tanpa peduli pada apa yang akan kutinggalkan nanti.

Ya, aku tak peduli.

***

 

Rahardian Shandy Photo Verified Writer Rahardian Shandy

Rutin menulis sejak 2011. Beberapa cerpennya telah dibukukan dan dimuat di media online. Ia juga sudah menulis 4 buah buku non-fiksi bertema bisnis. Sementara buku fiksi pertamanya terbit pada 2016 lalu berjudul Mariana (Indie Book Corner).

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya