[CERPEN] Kisah Cinta yang Sederhana

Sesederhana itu cinta, ia datang tanpa perlu angin atau hujan

Malam masih saja seperti malam yang sebelumnya. Sunyi, hening, seketika tanpa suara. Jangkrik masih berkuasa. Tapi, terik masih saja milik malam. Seperti lirik lagu Payung Teduh.

Terang, masih saja milik malam

Bahkan malam yang terlalu terang

Sanggup menjadi terik…

Begitulah yang kini dialami oleh seorang pria muda. Sebutlah namanya Misum. Seorang mahasiswa muda. Ia tapi bukan hanya sekadar mahasiswa biasa. Seorang ketua jurusan, dan aktif mengayomi adik kelasnya di kampus. Tipikal pejabat kampus ideal. Tapi, itu bukan topik utama cerita ini. Malam ini ia hanyalah seorang Misum, yang sedang ingin melepas rindu nya, dan membelakan diri untuk pergi tengah malam menjenguk sang kekasih. Misum dan segala kerinduannya. Begitulah insan cinta.

Misum yang dikenal seorang aktif, masih sempat untuk menyempatkan diri pergi ke Depok. Iya, Depok menjadi tempat tujuan Misum malam ini. Dambaan hatinya sedang pelatihan. Dua kekasih militan. Misum bukan seorang pria kaya. Apalagi punya mobil mewah macam Raffi Ahmad. Tapi, malu sudah tak lagi menjadi alasan. Ia boleh saja tak mapan, tapi ia masih punya teman. Pikirnya. Motor butut yang ia pinjam tak menjadi masalah. Sampai rela ia meminjam motor temannya, lalu dengan terantuk-antuk ia sanggupi untuk membawa motor. Padahal, jasadnya sudah tak lagi kuasa. Begitulah cinta.

Dengan sebuah motor pinjaman teman, lalu bensin yang full. Misum sudah merasa gagah untuk menjenguk kekasihnya. Tak lupa, ia mengajak temannya ikut. Misum takut akan kesepian. Begitu alasannya. Tak lupa, sebungkus sate, lalu martabak manis, dan minuman untuk sang kekasih. Misum tak pernah membawakan makanan mewah, tapi sepiring berdua sudah menjadi alasan kemewahan itu sendiri. Agak klasik alasan tersebut. Tapi, memang asyik.

Setelah selesai membawa perlengkapan, lalu tak lupa dengan sate dan martabak, Misum langsung berangkat ke tempat tujuan. Depok. Berbicara perihal Depok, sebenarnya mungkin agak kurang berkesan. Depok dan segala isinya kurang di perhitungkan oleh khayalak. Terutama dengan kisah kriminalitas seperti begal, yang membuat Depok dipandang sebelah mata. Tapi, bagaimana pun, Misum tetap berangkat. Karena Depok menjadi tempat ia bisa bersua dengan kekasihnya. Depok menjadi istimewa dalam kisah Misum malam ini. Depok dan segala kenangannya.

Dia berangkat dengan kecepatan yang di perkirakan. Setidaknya bisa memangkas jarak, waktu, serta rindunya.

Sepanjang perjalanan Misum tak banyak bicara. Sekalinya bicara, ia bercerita perihal kekasihnya itu. Dan, temannya akan mengangguk dan mengamini. Se-sekali mereka berbicara ngalor-ngidul. Tujuan ngobrol hanya satu, yaitu membunuh sang waktu. Misum lebih baik mengobrol panjang. Ia kurang suka untuk bergerumul dengan waktu. Sepanjang perjalan itu juga, gedung-gedung tinggi mulai terlihat, jalanan mulai sepi, dan terlihat kadang sepasang kekasih yang sedang bercanda. Hal yang membuat Misum makin menggebu.

Perjalanan malam itu sebenarnya tak membutuhkan waktu lama. Entah kenapa, walau sudah banyak ngobrol, Misum merasa perjalanan itu sangat amat lama. Lebih lama dan jauh dibanding saat ia pergi ke Bandung. Misum merasa lebay. Tapi, ia hanya menanggapi itu dengan santai. Namanya juga rindu, pikirnya.

“Santai saja, kawan.” Ucap temannya di jok belakang.

“Iya, sob. Gua santai kok.” Misum menjawab dengan senyum seadanya. Ia tak mau banyak senyum. Karena baginya, senyum terbanyak hanya untuk kekasihnya itu.

---

Di sebuah gedung mewah, yang luarnya terlihat sepi, tapi dalamnya sungguh amat ramai. Terlihat kumpulan perempuan yang sedang mengadakan forum. Ini bisa dikatakan diskusi, tapi juga tak sepenuhnya diskusi. Lebih tepatnya ada forum diskusi dalam pelatihan. Dilihat dari manapun, para perempuan itu sudah banyak yang terlihat lelah, bahkan sudah ada yang ketiduran. Mereka semua letih. Tetap saja, pihak panitia tetap belum boleh memperbolehkan peserta forum untuk istirahat. Pokok permasalahan belum ditemukan. Para peserta sudah menggerutu dalam hati.

Salah seorang perempuan muda terlihat agak resah. Matanya tertuju ke dua arah. Forum dan layar hp-nya. Dari sejak sore, ia sudah terlihat resah begitu. Fokusnya mulai terganggu sejak mendapat pesan dari sore. Bukan pesan ancaman, atau pun musibah. Apalagi pesan penipuan berhadiah ratusan juta. Bukan sama sekali. Pesan itu amat singkat, tapi bagi perempuan itu sungguh pesan yang amat menusuk. Pesan itu hanya berisi aku akan datang, tolong tunggu aku. Begitu saja.

Pesan itu dari kekasihnya, dan perempuan itu mencoba untuk sabar menunggu. Sayang, ia bukan penyabar yang ulung.

---

Misum telah sampai. Ia sempat bengong. Kagum dengan kebesaran gedung yang kini di hadapannya. Ia kaget, mengira sampai di gedung yang salah. Tapi, saat melihat alamatnya lagi, ia sudah benar sampai. Misum mencoba mengirim pesan (lagi) kepada kekasihnya.

“Aku sudah sampai, kamu di mana?”

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Aku masih lama, maaf.” Kekasihnya langsung membalas, tak pakai lama.

“Baik, aku tinggal ngopi dulu”

“Sampaikan maaf kepada temanmu. Aku kasihan dia sudah mau jauh-jauh menemani”

“Iya, akan aku sampaikan”

Begitulah, pesan singkat mereka berdua. Tanpa embel-embel sayang atau cinta. Cukup dengan percakapan biasa.

Misum lalu pergi sejenak, dan pergi untuk ngopi barang sebentar. Tak lupa dia mengajak temannya. Segelas kopi hangat cukup untuk membuat temannya tak mengoceh letih.

---

Kedai kopi itu tak jauh dari gedung pelatihan. Tak cukup sepi, tapi juga tak ramai. Rata-rata lelaki paruh baya yang sedang ngopi. Mungkin pertandingan sepak bola yang ditayangkan di televisi menjadi daya tarik bagi para pria paruh baya tersebut. Misum tak terlalu peduli, yang terpenting segelas kopi hangat bisa membunuh waktu dan rasa dingin. Cepat dia pesan kopi, juga satu gelas untuk temannya. Ia tak mau pesan yang lain. Tak lapar, karena rasa laparnya ia simpan untuk nanti makan sate bersama kekasihnya. Dahaganya hanya akan menguap jika sudah bertatap muka dengan kekasihnya itu.

---

Perihal cinta memang bisa memang dikatakan tak terlau rumit. Cinta itu, ya, begitu saja. Ia tak butuh angin, atau pun hujan dan tiba-tiba saja datang sendiri. Begitupun dengan kisah Misum dan kekasihnya itu. Pertemuan mereka berawal dari sekolah menengah. Saat mereka menduduki kelas 11. Begitu saja. Berawal dari saling berkomunikasi secara intensif, dan akhirnya sering jalan bersama, dan kini tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya itu.

Mereka sepakat untuk menjadi sepasang kekasih.

Satu hal yang pasti, mereka tak pernah berkata sayang atau cinta terlalu sering. Yang terpenting bagi mereka, saling bersama dan melempar rasa bagi mereka itu sudah cukup, dan bagi mereka hidup sampai tua adalah hal paling romanrtis yang bisa mereka jalani bersama. Janji yang amat sederhana.

---

Setelah Misum dan temannya kembali dari kedai kopi, berangkatlah mereka langsung menuju gedung tempat pelatihan lagi. Kini Misum benar bertemu dengan kekasihnya itu. Misum mendekati kekasihnya, dan kekasihnya mendekatinya. Mereka bertatap muka secara dalam. Lalu, sang perempuan mengambil tangan Misum dan menciumnya. Amat dalam ciuman tangan itu. Tanda hormat, juga sayang si perempuan kepada Misum.

Misum hanya bisa tersenyum sembari melihatnya. Temanya dari jauh memperhatikan mereka, ia merasa tak enak mendekati. Agak perih ia menatap dua pasang kekasih yag sedang dirundung rindu.

“Kau sehat?” Misum mengawali pembicaraan malam itu.

“Iya, aku sehat, dan bagaimana dengan kau?” Kekasihnya membalas.

“Senantiasa sehat, jika mendengarmu sehat” Jawab Misum dengan senyum.

Dengan ditemani oleh martabak dan sate yang dibelinya, Misum kembali berbicara dengan kekasihnya. Mereka menikmati obrolan dari satu martabak ke martabak lainnya, dan dari tusuk ke tusuk sate lainnya. Mereka sungguh amat menikmati itu semua.

Malam itu bagi mereka amatlah terik. Dan, bahkan bagi mereka matahari masih sedih karena sedikitpun mereka tak merasakan kebahagiaan di dalamnya. Bagi mereka terang masih saja (milik) malam.

Sederhana sekali.

Nasrullah Alif Photo Verified Writer Nasrullah Alif

Semoga tulisan saya bisa bermanfaat. Aamiin

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya