[CERPEN] Tentang Cita, Cinta, dan Cerita Kita

Ketika ingin hati tak sejalan dengan takdir.

Kata orang, sejauh apapun jarak yang memisahkan, seberat apapun rintangan yang menghadang, ketika Allah sudah menakdirkan dua insan untuk bersama, akan selalu ada jalan bagi mereka untuk dapat saling mempertemukan.

* * *

Aku dan dirinya tidak ada hubungan persaudaraan, tapi kami sudah seperti saudara. Kami bukanlah sepasang kekasih, tapi aku begitu menyayanginya seolah dia adalah kekasihku. Kami bersahabat, tapi aku menganggap hubungan kami lebih indah dari sekedar persahabatan.

Aku mengenalnya belum sampai satu tahun, sekitar enam bulan lalu kami bertemu. Berawal dari keingintahuannya tentang diriku dari seorang dosen mata kuliah favorit kami. Aku tidak pernah tahu tentangnya, aku rasa dia pun begitu. Dan satu lagi, selama ini aku dan dirinya tak pernah sampai berada di satu kelas yang sama.

Awalnya hanya mengobrol melalui akun media sosial, membahas soal-soal mata kuliah yang dirasa sulit, lalu kami pecahkan bersama. Lambat laun, kami mulai membicarakan kehidupan pribadi masing-masing, dan entahlah, aku senang menjadi teman bicaranya. Setiap hari berlalu, rasanya ada yang kurang bila satu hari saja tak kuterima pesan darinya.

Sejujurnya, di saat yang bersamaan, aku belum lama putus dengan kekasihku. Dengan kehadirannya saat itu, membuat luka hatiku lebih cepat terobati, tapi sungguh, sedikitpun aku tak pernah membuatnya menjadi pelampiasan atas rasa sakit hatiku. Dan dengan yakin kukatakan, "Tuhan, aku mencintainya."

Kebahagiaan itu berlanjut, dia menyambut baik perasaanku. Hari-hari kami lalui bersama, segalanya lebih baik dengan kehadirannya. Tapi, sesuatu yang tak kuinginkan terjadi, benar-benar tak kuharapkan. Mantan kekasihku kembali dan membuat suasana memburuk. Aku kehilangan prinsipku, segala kenangan teringat kembali, aku tak tahu harus bagaimana.

Setiap hari, aku berdo'a agar Dia teguhkan hatiku, memilihkan mana yang terbaik di antara dua yang baik ini. Alasanku dan kekasihku dulu berpisah, aku tak dapat mengatakannya pada siapapun. Dan alasan yang kukatakan pada mantanku pun, bukan sebenarnya alasan, semuanya kusimpan rapi di dalam hatiku.

Singkat cerita, berapa lama aku berada dalam kebimbangan. Aku seakan memiliki dua orang kekasih yang saling kusembunyikan. Tapi ternyata kebusukanku segera mereka ketahui, akhirnya terjadi perdebatan di antara kami. Dan pada akhirnya, aku kembali pada mantan kekasihku. Dengan besar hati, dia memintaku untuk kembali pada mantanku. Sejujurnya aku merasa sedih sekali, sekali lagi kukatakan, aku tak berniat untuk menyakiti hati siapapun. Kalau bisa, biarkan aku saja yang merasakan sakit hati, karena akulah yang salah.

* * *

Satu bulan berlalu, tidak ada komunikasi di antara kami bertiga. Kubiarkan segalanya kembali seperti semula. Sebenarnya, ingin rasanya aku menghilang dari mereka berdua, tapi itu tak dapat kulakukan. Aku tidak mau mengambil keputusan bodoh seperti itu, lari dari masalah dan menganggap semuanya selesai.

Suatu hari, lelaki yang kuceritakan dari awal kembali menghubungiku. Dan itu adalah hari yang membahagiakan bagiku, sangat bahagia! Sudahkah dia memaafkanku? Aku tidak merasa khawatir tak termaafkan, aku hanya merasa malu, sangat malu padanya. Mengapa dia sangat baik padaku?

Sejak saat itu, semua kembali normal. Aku kembali bertemu dengannya, hubunganku dengan kekasihku beranjak membaik. Kembali seperti awal, namun aku tidak yakin tentang kondisi hati kami. Aku tidak menyangkal, meski semuanya nampak baik-baik saja, tapi ada sesuatu yang harus kami kubur dalam-dalam, agar tak menjadi dendam suatu saat nanti.

Cerita di masa lalu cukup sampai di sini. Sebab, yang terjadi kini sangatlah berbeda dengan dulu. Dan aku pun masih tidak mengira akan seperti ini jadinya.

* * *

Dia adalah orang yang hatinya begitu besar, bahkan kebaikannya mampu membuatku merasa malu. Dia bisa bersikap sebaik itu padaku yang sudah menyakitinya. Kami sering bertemu, ya, karena kini kami memiliki kegiatan rutin bersama setiap minggunya. Tentu kegiatan yang bermanfaat, dan itu karenanya.

Meski satu minggu sekali, tapi itu cukup membuatku bahagia. Terkadang dia bisa sangat serius, bisa sangat dewasa, dan satu lagi, dia bisa sangat konyol. Aku kira, dia tidak bisa tertawa terbahak, ternyata dia juga humoris. Karena, yang kutahu tentangnya, dia itu orangnya sangat calm, teratur, tidak manja, serius, dan tidak banyak bicara. Berbeda denganku yang seperti radio rusak, aku bisa bicara non-stop hingga beberapa jam.

Seringkali dia membuatku terharu karena keromantisannya, padahal kukira awalnya kata 'romantis' itu keramat baginya. Dia membuatkanku blog untuk mengarsip tulisanku, atau apapun yang ingin kutuliskan. Dia menggambari dinding kamarnya dengan gambar yang kusuka. Aku sering sekali minta diajak jalan-jalan, padahal aku tidak tahu apakah dia sedang sehat atau tidak. Dia selalu berkata, "asalkan kamu senang, apapun akan Kakak lakukan."

* * *

Ya Allah,
Terima kasih karena Engkau telah memberikan teman terbaik untukku. Yang rela berkorban, selalu mau kurepotkan, dan bertanggung jawab. Aku selalu berharap, semoga kelak dia menemukan kebahagiaan melebihi kebahagiaan yang sudah dia berikan kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk aku.

Dan semoga, Engkau pertemukan dia dengan sebaik-baiknya perempuan yang kelak menjadi jodohnya, teman hidupnya. Ya, karena aku tidak mungkin menjadi pendampingnya, tentu saja karena tidak pantas. Aku bisa menjadi temannya, bahkan sudah seperti adiknya, itu sudah luar biasa.
Aamiin...

* * *

Kak, semoga kita bisa menjaga hubungan baik ini, entah sampai kapan. Tapi kuharap selama waktu yang bisa kita lalui, kita tetap menjadi seorang teman.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Aku sayang padamu.

Mia Nuramelia Septiana Photo Writer Mia Nuramelia Septiana

Temukan aku, dan akan kulukiskan duniamu.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya