[CERPEN] Senyummu Menyapaku

Kau datang menyapaku dengan senyummu yang memesona

Pagi itu Vita terburu-buru ke stasiun untuk menjemput sepupunya yang baru saja datang dari Surabaya. Dengan langkah tergopoh-gopoh, ia mencari-cari saudaranya yang sudah sampai di Jogja sekitar satu jam yang lalu.

Hari itu ia terlambat bangun karena semalam ia pulang sudah larut, disibukkan dengan berbagai macam tugas kuliah di semester yang baru. Sesampainya di stasiun, dicarinya sosok itu. Banyak orang berlalu lalang karena harus segera berangkat ke tempat kerja.

Kali ini ia mau disuruh orang tuanya untuk menjemput sepupunya yang datang dari Surabaya meskipun ia sebernarnya sedang tidak ingin diganggu. Riris sepupunya memang baru dua kali datang ke Jogja dan belum hafal dengan jalanan yang ada di Jogja.  

“Vita!”

Ia segera menoleh ketika mendengar ada orang yang memanggilnya. Namun tak tampak siapapun yang ia cari dari sosok itu. Mungkin hanya angin yang sedang berlalu, pikirnya.

“Vita!”

Suara itu kembali memanggil namanya ditengah kerumunan orang yang berlalu lalang dihadapannya. Tiba-tiba ia melihat sosok yang dicarinya. Ia melambaikan tangan dan Vita pun membalas lambaian itu. Ia berlari dan segera menghampiri Riris sepupunya. Riris berencana untuk mengambil kuliah di salah satu universitas di Jogja. Ia berencana mengambil S2nya di sini. Pada awalnya kedua orang tua Riris tidak menyetujui akan keputusannya yang terkesan mendadak itu. Namun karena kegigihannya untuk mengejar cita-citanya, akhirnya kedua orang tuanya memberinya kesempatan untuk menikmati kuliah di Jogja.

“Riris, maaf karena aku terlambat untuk menjemputmu. Aku terlambat bangun kamu sudah lama menunggu ya? Sudah sarapan?”

“Sabar Vita. Satu persatu tanyanya. Sempatkanlah untuk bernafas. Aku sudah sarapan kok. Sudahlah, karena ini hari pertamaku di Jogja, aku sangat senang menikmati hari baruku di stasiun. Meskipun itu melelahkan.”

Vita dan Riris akhirnya pergi dari stasiun dan kembali ke rumah. Sesampainya di rumah pun, Vita kembali disibukkan dengan beragam tugas yang besok harus segera dikumpulkan. Riris merasa tidak enak karena menyuruh Vita untuk menjemputnya di stasiun.

Vita baru saja menyelesaikan semester 2 di salah satu universitas swasta di Jogja. Mungkin selisih usianya dengan Riris tidaklah terpaut jauh, hanya berselisih 3 tahun.

“Vita, besok pagi mau antar aku ke kampus kan?”

“Iya Ris. Aku juga belum pernah memasuki kampusmu meskipun universitas kita tetanggaan.”

Obrolan itu hanya berlangsung singkat karena Riris ingin tidur siang. Vita mengerti betul kondisi yang dialami sepupunya. Pasti ia kelelahan.

Ketika malam tiba pun, Riris masih melihat Vita terpaku pada layar laptopnya. Riris mengajaknya untuk istirahat namun Vita menolak dengan halus. Riris hanya bisa melihat kegigihan Vita yang masih semangat-semangatnya mengerjakan tugas-tugas yang dirasanya cukup sulit baginya, karena Riris tidak mengambil jurusan yang sama dengan Vita, ya! Ia mengambil jurusan Matematika.

***

Pagi-pagi benar, Vita sudah bangun dan ia segera mandi. Ia berjanji untuk mengantarkan sepupunya untuk kuliah di universitas barunya itu.

“Riris… sudah siap? Ayo kita berangkat,” teriak Vita dengan tidak sabar karena ia juga harus menghadiri jam pagi.

Dengan segera Riris menghampiri Vita dan kemudian mereka berangkat menuju kampus yang mereka tuju. Tepat di depan sebuah gedung lawas, Vita mengantarkan Riris. Dari belakang tubuh Riris Nampak seorang laki-laki yang sedari tadi mengamati Vita. Pandangan Vita segera menuju pada laki-laki itu. Laki-laki itu tersenyum ketika melihat Vita sedang melihat kearahnya. Dengan wajah bingung dan takut, Vita menyembunyikan raut wajahnya dan kembali menatap Riris yang dari tadi berbicara.

“Kamu kenapa Vit?”

“Itu lihat di sana, salah seorang gerombolan laki-laki itu terutama yang memakai kemeja coklat tersenyum ke arahku. Kamu kenal dengan dia Ris?”

“Oh Bagas. Iya, dia salah satu temanku yang juga akan kuliah di sini. Kami satu prodi,” Riris pun menoleh dan melihat ke arah Bagas yang dari tadi juga mengamati Vita. “Bagas sini,” teriak Riris memanggil nama itu kembali.

“Kamu ini Ris, tak usah aneh-aneh. Aku tidak kenal dengannya. Aku harus buru-buru juga.”

“Sudahlah. Hanya berkenalan, apa salahnya?” rayuan Riris tak bisa ditolak oleh Vita meski ia sedang buru-buru. “Gas, kenalkan ini Vita sepupuku.”

“Bagas,” sapa orang itu ramah kepada Vita. Lagi-lagi ia tersenyum melihat Vita. Ya! Bagas memiliki dua lesung pipi di kedua pipinya. Ia juga berkulit putih, tinggi dan memiliki rambut spiky. Mungkin saja nanti ia jadi idola di kampus ini, pikir Vita.

Setelah berpamitan, Vita segera menuju ke kampusnya yang hanya dipisahkan oleh jalan raya. Kampus yang sejuk nan asri itu menyambutnya di awal semester ini. ketika baru turun dari motor, ada sebuah SMS masuk ke ponselnya dan ternyata dari Riris. Ada apa, batinnya.

Bagas katanya tertarik denganmu. Dia ingin jauh mengenalmu.

Begitulah isi pesan singkat dari Riris. Tak lama setelah membacanya, Vita segera membalasnya.

Tertarik? Baru saja kenalan. Masak secepat itu?

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Tak lama Riris kembali menjawab.

Iya. Nanti malam kami mau ada belajar kelompok. Bagas minta kalau belajar kelompoknya di rumahmu. Bisa?

Setelah Vita mengiyakan, akhirnya Vita menuju kelasnya. Dengan penuh konsentrasi Vita mengikuti mata kuliah pada hari itu tanpa mempedulikan pesan singkat dari Riris. Dilihatnya ponselnya itu, ternyata ada enam panggilan masuk dari nomor yan tidak ia kenal. Mungkin saja orang iseng, gumamnya. Setelah selesai kuliah karena pada hari itu hanya ada dua mata kuliah, Vita segera menjemput Riris.

Sesampainya di kampus yang ia datangi tadi pagi, Vita kembali melihat sosok Bagas datang bersama dengan Riris. Sosok itu kembali tersenyum menyapa Vita. Manis memang senyum itu, namun senyum itu masih asing bagi Vita. Baru beberapa jam ia mengenal Bagas, namun laki-laki itu ingin mengenalnya lebih jauh. Sungguh aneh!

***

Dua bulan sudah Vita dan Bagas berteman dan itu karena campur tangan dari Riris. Bagas merasa kalau dirinya semakin suka dengan sosok Vita. Menurut cerita Riris, Bagas adalah sosok yang setia, ramah, dan sedikit kaku namun Riris sangat heran ketika ia melihat Bagas begitu tertarik dengan Vita, sepupunya itu.

Siang itu Riris merencanakan makan siang di sebuah kafe dekat kampus Vita. Tak lupa Riris mengajak Bagas dan Vita pun dengan senang hati menerima tawaran Riris. Riris yang saat itu ulang tahun bersedia metraktir mereka.

Ketika mereka sedang makan siang, tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiri mereka dan memeluk Bagas dari belakang.

“Hai Bagas. Apa kabar dirimu?”

“Ah! Siapa ini?”dengan kasar, Bagas melepaskan pelukan itu. Dilihatnya beberapa pengunjung yang menyaksikan peristiwa itu. Bagas melihat ke arah vita yang raut mukanya sudah berubah ketika tahun dari Riris bahwa perempuan itu adalah mantan kekasih Bagas.

Vita berlari ke luar kafe dan Bagas pun berlari mengejarnya. Bagas meminta maaf atas kejadian tadi dan menjelaskan bahwa mereka sudah tidak ada hubungan lagi. Bagas menjelaskan bahwa dia hanya menyukai Vita seorang. Bagas memang tidak pernah menjanjikan hal-hal yang berlebihan. Bagas selalu memberikan perhatian yang lebih daripada kata-kata gombal dan bualan.

Bagas merencanakan sebuah misi di ulang tahun Vita. Ia menceritakan hal itu pada Riris bahwa ia ingin menyatakan cintanya pada Vita. Riris menyetujui tindakan tersebut, lagupula Vita juga sedang sendiri setelah putus dengan mantannya setahun yang lalu.

Tepat di hari Sabtu pukul dua belas malam, Bagas sudah menyiapkan pesta kecil dengan Riris. Mereka ingin membuat pesta kejutan di mana saat itu juga Bagas akan menyatakan cintanya pada Vita.

Dering telepon terdengar dari ponsel Vita yang kala itu sudah terlelap. Bagas. Nama itu muncul dilayarnya, segera ia mengangkat telepon darinya,

“Hallo…”

“Selamat ulang tahun Vita.” Sapaan ramah itu kembali didengarnya diseberang sana. Sapaan ramah itu selalu mengambarkan senyum yang selalu terbayang-bayang di benak Vita.

“Terima kasih Bagas.”

“Vita, bisakah kamu tengok ke luar jendelamu?”

“Ada apa?”

“Lihatlah.”

Vita berjalan menuju jendela kamarnya. Di sana ia melihat Bagas sedang memegang sebuah kue ulang tahun, Bagas berdiri ditengah-tengah dan dikelilingi oleh lilin-lilin menyala dan membentu sebuah hati raksasa. Telepon dari Bagas belum terputus sedari tadi, kembali suara ramah dan senyum itu menyapa Vita,

“Ayo turun ke bawah. Aku ingin mengatakan sesuatu,” suara Bagas mengagetkan Vita yang terpukau dengan pesta ulang tahunnya itu.

“Oke tunggu sebentar.”

Sesampainya di bawah, Bagas segera menarik tangan Vita dan mengajaknya menuju ke tengah. Bagas menyuruhnya untuk meniup lilin ulang tahunnya dan seketika itu Riris datang dengan tepuk tangannya yang keras.

Bagas segera berlutut dihadapan Vita, ia tampak terkejut dengan tingkah Bagas. Riris hanya terdengar tertawa cekikikan melihat tingkah Bagas.

“Vita, aku sudah tahu banyak hal darimu. Aku menyukaimu semenjak pertama kali kamu datang ke kampusku. Aku tak tahu mengapa aku bisa seperti ini dengan perempuan. Aku merasa bahwa kamu berbeda dengan mantanku yang menghampiri kita kemarin. Kamu memiliki senyum yang manis, sederhana, dan aku akan selalu melindungimu di manapun kamu berada. Apakah kamu menerima pernyataan cintaku ini?”

Vita berpikir lumayan lama, Riris hanya berbisik pada Vita dan berkata kalau ia juga menyukai laki-laki ramah itu. Riris pun menjauh dan membiarkan mereka berdua menikmati momen itu bersama. Bagas masih dengan setia menunggu jawaban dari Vita. Dengan sabar dan senyum khasnya, ia sampai rela kahus menahan sakit dilututnya.

Tak lama kemudian, Vita menjawab pertanyaan Bagas yang sedari tadi sudah ditunggunya.

“Baiklah aku menerima pernyataan cintamu, Bagas.”

Bagas segera bangkit berdiri dan memeluk Vita. Tak lupa iajuga memberikan bunga mawar, bunga kesukaan Vita. Bagas kembali berlutut, ia membawa sebuah kotak. Ketika membuka kotak itu, ternyata terdapat sebuah gelang perak dengan hiasan merah. Dengan cekatan, Bagas memakaikan gelang itu di tangan Vita dan di sana terdapat namanya dengan warna merah sesuai warna kesukaannya.

Maria Ardianti Kurnia Sari Photo Writer Maria Ardianti Kurnia Sari

My personality is 75% the last book I read.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya