Secangkir Rindu untuk Semesta

“Kita tetap harus bertahan, ‘kan? Toh, jarak bukanlah perkaranya.”

Seorang gadis berambut ikal yang panjangnya sebahu berdiri tenang di bawah gerimis yang menyapa tubuhnya. Tangannya mengadah ke langit seolah meminta Tuhan untuk memberikan lebih. Mata coklatnya terpejam menikmati sentuhan lembut anugerah Tuhan. Bibir merah ranumnya melengkung keatas menandakan kebahagiaannya.

Perlahan gadis itu membuka matanya, masih di posisi yang sama, masih dalam senyuman yang sama bersamaan dengan lelaki berkulit kecoklatan yang sepuluh sentimeter lebih tinggi darinya, menyenggol bahunya pelan.

“Lagi ngapain, sih?” Suara bass itu terdengar seperti nyanyian termedu yang pernah ada, suara yang mampu membuat kupu-kupu bertebangan di perut gadis itu.

“Menikmati gerimis.” Gadis itu menjawab singkat sambil memamerkan giginya yang berderet rapi.

“Jangan hujan-hujanan! Kamu harus jaga kesehatan, pokoknya harus tetap sehat. Ayo sini aku antar pulang!” Lelaki berbaju kelabu itu melebarkan payung kuning yang dibawanya, ditariknya gadis berkulit cerah itu ke sampingnya.

Dengan langkah riang gadis berkaos putih itu berjalan di samping lelaki idamannya. Wajahnya bersemu merah dan bibirnya tak bisa tidak tertarik keatas, tanda kebahagiannya.

JEGER!!!

Suara petir menyambar mengejutkanku yang sudah terlanjur basah oleh keringat, membuatku mengerjap beberapa kali untuk memastikan aku benar-benar sudah terbangun dari tidur siangku. Napasku memburu, jantungku memompa darah dengan masif menuju otakku sembari berusaha mengingat-ingat bunga tidurku barusan. Kepalaku pening begitu menyadari sudah dua hari berturut-turut memimpikan hal yang sama. Lagi-lagi mimpi itu, pikirku kacau.

Secangkir Rindu untuk Semestawomanway.online

Kupaksa tubuhku untuk beranjak dari kasur queen size yang menenggelamkanku menuju kenyamanan dan keamanan yang mungkin saja saat ini kubutuhkan. Aku berjalan terseret menuju satu set meja dan kursi santaiku di dekat jendela besar yang kebetulan berada di sisi timur kamar bernuansa biru langit milikku.

Kuraih cangkir berwarna putih dengan gambar kucing, mencoba mengingat-ingat cairan apa yang ada di dalamnya. Dahiku menyerngit sebelum mampu menebak jenis cairan di dalam cangkir kucingku namun sudah sampai ke indra pengecapku, kopi yang sudah mendingin.

Aku tersenyum masam sembari meletakkan cangkir kucingku ke tempat semula dan mendaratkan pantatku di kursi santai empukku. Kutatap butir-butir hujan yang meninggalkan jejak di jendela kamarku. Aih, selalu saja ada perasaan sendu kala hujan datang, gumamku setengah kesal. Kekesalanku bertambah ketika teringat bunga tidurku tadi. Aku sangat yakin bahwa yang kulihat adalah diriku sendiri dan seolah aku menyaksikan aku mengulang kejadian tiga tahun silam, kencan pertamaku dengan Semesta.

Secangkir Rindu untuk Semestatumblr/craftjunkie
Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Tiga tahun silam, berkat kawanku yang punya misi ‘menjodohkan’ aku dengan Semesta aku bertemu dengannya untuk pertama kalinya di sebuah lapangan tempat kebanyakan orang berolahraga secara ‘tidak sengaja’ yang berujung pada saling mengirim pesan setiap malam. Bahkan saat kali pertama bertemu pun anehnya aku mampu menjadi aku dengan tawa terbahak-bahak sampai sakit perut setiap kali lelucon dilontarkan Semesta, padahal selama ini aku selalu membangun benteng dengan siapapun yang berusaha mendekat.

Tak dapat dipungkiri ada percikan kembang api di jantungku setiap kali aku bertukar pesan dengannya, ada rasa mendamba pada setiap pesan yang kukirim untuknya, ada rindu yang membucah setiap kali selamat tinggal terucap. Berjuang untuk perasaan kita masing-masing, berusaha memasuki kehidupan pribadi satu sama lain dan semua terasa begitu indah dan nyata.

Semua berjalan begitu mulus dan tanpa hambatan, sampai pada akhirnya aku harus melanjutkan studiku ke luar kota yang terpaut 265 kilometer dari kota asalku. Memang, itu adalah tempat impianku sejak aku berada di SMP, namun tetap saja ada perasaan takut menggelayut di hatiku, ada bimbang yang terus menghantui tidurku, ada kesedihan yang menunggu di ujung jalan. Entahlah, aku bahkan tidak bisa membayangkan Semesta akan bereaksi seperti apa saat mengatakan hal ini padanya nanti.

Semesta tidak bereaksi apapun, matanya menatap kosong jalanan sembari ia menunduk dalam-dalam. Sementara aku hanya mampu membisu di sampingnya, kurasakan dingin di pundak kananku. Dalam debaran tak biasa, aku menunggu sepatah atau dua patah kata dari mulutnya, apapun itu. Tapi nyatanya ia tetap membisu, perasaan bersalah menjalari tubuhku.

“Jadi, kapan berangkat?” Tanyanya memecah kesunyian.

“Lusa.” Desisku singkat.

“Kita tetap harus bertahan, ‘kan? Toh, jarak bukanlah perkaranya.” Katanya (berusaha) terdengar enteng. “Sekarang packing aja dulu kan pasti repot. Nanti kalo udah sudah selesai hubungi aku.”

Aku menatapnya setengah tidak percaya, Semesta menghadapi semua dengan enteng dan terlihat tidak ada kendala. Aku tersenyum sambil menganguk, “Baiklah.”

Aku mengotak-ngatik smartphone-ku dengan dengan gelisah, sudah dua jam yang lalu aku duduk di kereta belum juga memberi kabar Semesta. Akhirnya kuberanikan diri untuk mengiriminya pesan, berpamitan. Tanpa sadar kutahan nafasku sembari menunggu jawaban lelaki berambut cepak itu, dalam sekejap smartphone-ku menyala menandakan ada pesan masuk dari Semesta. Aku tersenyum kegirangan, jarak memang bukan masalah.

Secangkir Rindu untuk Semestahoneykennedy.com

Kembali ke kursi samping jendela ditemani secangkir kopi yang sudah mendingin. Aih, bahkan sayang yang dulunya meletup-letup pun tak sanggup berlangsung lama. Seperti secangkir kopi semulanya panas, maunya diseduh pelan-pelan agar tidak cepat habis tapi malah mendingin dan hampa. Tapi, kalau diteguk habis dalam sekejap, lantas aku harus menyesap apa? Aku mendesah nafas panjang, teringat ucapan Semesta kala itu, “Maaf Chianti. Aku pikir aku bisa bertahan, tapi anehnya letupan ini sudah menghilang. Aku rasa pestanya sudah berakhir.”


Mau karya tulismu diterbitkan oleh IDNtmes.com? Yuk, submit artikelmu di IDNtimes Community! Cari tahu bagaimana caranya di sini.

Secangkir Rindu untuk Semestacommunity.idntimes.com

Topik:

Berita Terkini Lainnya