[CERPEN] Sebuah Alasan

Kebersamaan adalah suatu kemewahan yang mahal harganya

 

“Sen, apa aku jatuh cinta ya?”

Kalimat yang baru saja terucap dari bibi Carla bagai petir di siang bolong. Syena tahu, apa arah pembicaraan ini. Syena tahu, siapa orang yang Carla maksud. Syena tahu, seharusnya ia tidak terkejut.

“Kenapa tiba-tiba?” Syena mencoba menutupi rasa kagetnya dengan kepura-puraan.

“You know, he just nice” senyum kecil mengembang di wajah mungil Carla. “Aku nggak pernah bertemu sosok seperti dia. Andrew, dia itu... entahlah, rasanya bingung menjelaskannya. Setiap kali bertemu, hal ini selalu berputar-putar di kepalaku. Dia orangnya, yang akan bersamaku mengarungi hidup.”

Syena terdiam, ia kenal lelaki itu. Dengan baik. Terlalu baik. Andrew. Sosok yang menyenangkan. Dia ramah dan juga menarik. Dia pekerja keras dan lucu. Dia tinggi dan bertanggung jawab. Dia berkharisma dan sabar.  Dia sosok yang tidak mudah dilupakan begitu saja. Dia sosok yang bisa membuatmu jatuh cinta, seketika.

Syena kenal Carla. Sangat kenal. Gadis mungil yang duduk di hadapannya ini, sudah menemaninya melalui berbagai hal sejak bertahun-tahun lalu. Ia gadis yang periang, namun juga pendiam. Dia kritis dan cantik. Dia baik dan anggun. Dia sosok yang tidak mudah dilupakan begitu saja. Dia sosok yang bisa membuatmu jatuh cinta.

Syena tidak mencintai Andrew. Jelas tidak. Ia tahu bagaimana perasaannya sendiri. Baginya Andrew adalah sosok yang tidak akan tergantikan, tapi juga tidak akan dimiliki. Ia kenal Andrew sejak lama. Syenalah yang memperkenalkan Carla pada Andrew. Syena rasa kesukaan keduanya pada dunia seni bisa membuat mereka menjadi teman baik. Syena benar, mereka berteman, jauh melebihi ekspektasinya.

Awalnya mereka pergi bertiga, lalu berdua. Awalnya mereka bercerita bersama, lalu Syena tertinggal. Awalnya mereka menghabiskan waktu di art gallery Carla, lalu berubah menjadi kencan Andrew-Carla di berbagai tempat. Perlahan tapi pasti Syena tahu, hari ini akan datang. Hari di mana salah satu dari mereka membuka hati, bercerita, serta meminta restu.

Masih dalam diam, Syena menatap Carla. Ia setengah tidak ikhlas dengan alasan yang ia tahu jelas. Carla, gadis yang sangat menarik. Ia gadis yang baik. Tidak ada yang salah dengan dirinya. Tapi tidak dengan keluarganya.

“Sen? Kenapa?” tatap Carla bingung dengan keheningan yang berlangsung lama itu

Syena masih belum sanggup berucap. Lidahnya kelu. Bagaimana baiknya? “La…,” sepatah kata itu diikuti tarikan nafas panjang yang tiba-tiba membuat Carla tersadar.

“Oh, ya. Aku ngerti kok Sen.” Ucap Carla pelan sambil menundukkan kepala. Ternyata memang tidak bisa. “Aku tahu kamu sayang sama Andrew, dan aku tahu kamu nggak ingin dia tersakiti atas alasan apa pun. Maafkan akun Sen, aku… meminta terlalu banyak”

Jutaan jarum perasaan bersalah menghantam dada Syena. Pergumulan demi pergumulan timbul. Carla innocent. Ia benar-benar tidak tahu apa-apa. Tapi ketakutan dan keraguan itu jelas di depan mata. Bahkan Syena tidak meraskan ada keberanian tersembunyi di dalam dirinya untuk berkata iya.

Merek terdiam lama. Es di dalam gelas bundar itu telah mencair, namun tidak dengan keheningan yang timbul. Keheningan itu masih berlangsung hingga bintang bermunculan di langit malam. “Kasih aku waktu untuk berpikir,” ucap Syena pelan sebelum beranjak pergi.

Syena membuka pintu dengan langkah berat. Dihampirinya sesosok lelaki yang menyambutnya dengan wajah senyum penuh tanya. Kata “What’s up?” menyambut Syena sebelum ia menjatuhkan diri ke sofa di samping lelaki itu.

“Carla, aku rasa dia mencintaimu,” ucap Syena pelan. Ia tidak berani mengadahkan kepala melihat reaksi Andrew karena ia tahu pasti bagaimana wajah itu akan bereaksi.

“Lalu?”

Syena mengangkat kepala dan melihat muka berbinar-binar Andrew disana. Ia bahkan tidak menutupi rasa senangnya di depan si adik yang perasaannya sedang tidak menentu ini. “Kak, boleh aku ceritakan sesuatu?” tanya Syena yang disusul dengan anggukan di wajah yang masih berbinar-binar itu.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Syena menarik nafas panjang. Rasanya sulit untuk memulai berbicara. Di satu sisi, ini adalah rahasia sahabatmu. Tapi di sisi lain, dia adalah kakak kandungmu. Syena menarik nafas panjang dan ingatannya kembali ke 3 tahun silam.

“Carla adalah gadis baik kak. We both know that. Tapi, ada hal yang harus kakak tahu kalau kalian memang ingin bersama.” Syena mengadahkan kepala menunggu reaksi Andrew sementara lawan bicaranya itu hanya memandangnya dengan penuh tanya.

“Aku kenal Carla sejak SD, bisa dibilang kami sudah berteman hampir 20 tahun. Tidak ada yang aneh, Carla adalah teman yang menyenangkan. Tapi 3 tahun lalu, aku baru mengetahui hal yang selalu ia sembunyikan. Keluarganya. Sama halnya dengan kita, bukan hal yang bisa dibanggakan.”

“Tunggu, 3 tahun lalu itu saat kamu tiba-tiba berurusan dengan kepolisian, kan? Jangan bilang ini ada hubungannya dengan Carla?”

Inilah Andrew, terlalu pintar dan cepat tanggap. “Ya.” Anggukan kecil menyertai kata 'ya' yang terucap dari bibir. “Semua alasan yang kuucapkan 3 tahun lalu di depan kalian semua adalah suatu kebohongan. Aku tidak mencuri, satu rupiah-pun dari keluarga Carla. Aku tidak akan menceritakan secara detail semua peristiwa itu, tapi intinya orang tua Carla merencanakan semuanya. Mudahnya, mereka menipu, kebanyakan orang-orang terdekat mereka ataupun Carla. Bukan karena membutuhkan uang, bisa dibilang kelainan psikologi.”

What?!”

“Mungkin sulit untuk dipahami. Tapi sampai sekarang aku masih ingat jelas. Air mata yang mengalir deras di wajah Carla 3 tahun lalu. Ia tahu siapa mama dan papa Ndrew, dia tahu apa yang akan terjadi pada orangtuanya jika mama dan papa melakukan sesuatu, apalagi jika nama baik keluarga dipertaruhkan di situ. Carla menyimpan semuanya, data hal-hal buruk yang telah dilakukan orangtuanya. Setengah mati ia menjelaskan semuanya sama aku, in the end aku percaya pada satu surat keterangan rumah sakit yang membebaskan orangtuanya dari permasalahan dengan pihak lain 10 tahun silam.”

Rasa bingung itu terlihat jelas. Keraguan pun tak terelakkan.”Kamu…”

“Biarkan aku menceritakan sisanya,sedikit lagi. Orang tuanya sekarang berada di bawah pengawasan dan sejak kejadianku 3 tahun lalu itu, Carla sendiri turun tangan memastikan orangtuanya tidak melakukan hal-hal aneh lainnya. Hingga sekarang, aku rasa mereka baik-baik aja, mereka masih menipu sih, tapi tidak lagi membahayakan pihak lagi sebagaimana yang terjadi padaku dulu”

“Ini semua bukan bohong kan?” Andrew tahu jawabannya. Ya, dia tahu sejak awal. Dia kenal baik adiknya. Tapi dia masih punya sedikit harapan, bahwa semua ini hanyalah ‘suprise di tengah malam’

Syena memberikan tatapan membunuh. “Kamu pikir aku gila kak!” Ingin rasanya dia berteriak dan mengeluarkan cacian ke kakaknya satu ini.

“Aku cuma...syok,” Andrew bahkan sudah tidak bisa menemukan kata-kata lain, atau bahkan berpikir.

Syena  menarik nafas panjang sebelum kembali berucap. “Aku cuma takut, you know. Kalau mereka bisa melakukan hal itu kepada sahabat anaknya yang sudah mereka kenal bertahun-tahun, aku nggak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan padamu kak.”

“Tapi….” Andrew bahkan gagal meyakinkan dirinya sendiri. Kalau sampai orangtuanya tahu, ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Permasalahan 3 tahun lalu, dan masa depannya semuanya akan bersatu di depan gerbang kehancuran. Orang tuanya tidak akan tinggal diam, dan mengerahkan uang untuk itu, adalah perkara semudah membalikan telapak tangan. 

Tapi Carla, kata ‘dialah orangnya’ terlah bejuta-juta kali berputar dalam benaknya. Gadis itu, telah menjadi bagian yang tidak dapat ia pisahkan. Suara tawa telah menjadi teman penghantar tidurnya. Tangisnya telah sanggup membuatnya meninggalkan segalanya untuk langsung berlari mendekapnya. Apa yang harus dilakukan?

“Kak, pikirkan baik-baik. Ini bukan hanya tentang aku, kakak, dan Carla ... tapi satu kalimat dari mulutmu untuk memulai dan satu kata dari dia untuk menerima perlahan akan membawa banyak hal yang sedang berputar di kepalamu menjadi nyata. Aku nggak akan ikut campur. Aku nggak akan mempermasalahkan jika aku kembali tertarik pada kejadian 3 tahun lalu. Aku nggak akan mempermasalahkan kalau aku harus ikut membantumu berbicara dengan papa dan mama. Tapi sebelum itu tanyakan pada dirimu sendiri, apakah ini memang patut untuk diperjuangkan?” Syena beranjak pergi sembari memberikan tepukan pelan di bahu Andrew. Ia tahu, yang kakaknya butuhkan saat ini bukanlah seorang teman, yang dia butuhkan saat ini hanyalah waktu untuk berfikir sendiri.

Senyum hambar mengiringi langkah Syena. Biarlah masing-masing dari mereka yang memutuskan. Apakah tangan itu akan terayun bersama, ataukah sebuah lambaian perpisahan yang akan mengakhiri segalanya.

 

***

 

Storyteller Photo Writer Storyteller

I believe, story is something someone will be enjoy while learning something from it.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya