Tentang Bandung, Tempat Aku Pulang Mengenang Sejuta Kenangan

Kau dan Bandung, cerita yang tak pernah terpisahkan.

Terakhir kali aku melihat matamu satu tahun lalu, matamu yang meneteskan air mata malu-malu. Menangis namun pelan tak terdengar suaranya, hanya basah yang kulihat jelas dipipi dan sudut matamu. Saat itu aku pergi dengan sekotak koper dan selembar tiket yang mengantarku jauh kesebrang lautan bumi Pertiwi.

Ya, hanya pelukan itu yang masih sangat lekat diingatanku. Pelukan selamat tinggal yang kau labuhkan tepat didadaku, dan ciuman hangat yang mendarat di keningmu. Ku harap ciuman itu bisa menyembuhkan setiap Senti rindu yang akan kau pintal setahun penuh.   Hari begitu berat kulalui, disini dinegeri yang asing tak kukenali.

Aku rindu orangtuaku, kamarku, si jenggo motorku dan senyuman manismu. Rasanya aku ingin berlari sekencang mungkin ke ujung jalanan itu, berharap ku temukan jalan menuju arah rumahku, arah pulang ke negeri tercintaku. Arah tepat kehadapanmu. Kudengar kabarmu, hanya tentang air mata dan tentang rindu yang terus menggebu, itu yang kau bilang. Apa kau pikir aku juga tak tersiksa?

Aku disini lebih tersiksa, aku tak punya sanak saudara, tak ada sahabat, tak ada hobi yang bisa ku salurkan. Hanya berharap pundi uang itu terkumpul dengan segera, hari cuti segera tiba dan tiket pulang segera dicetak. Akan aku sampaikan rindu ini sepenuhnya utuh untukmu. Akan ku dekap ragamu erat agar tak lagi jauh. Akan ku hapus air mata itu agar tak merusak kecantikanmu. Biar hanya senyum manis itu sajalah yang menghiasi bias wajahmu.

Hari ini setelah setahun berlalu, aku injakan lagi kakiku di tanah Pertiwi. Di seberang sana kulihat senyuman hangat menyambut kepulanganku. Senyum ayah,ibu dan adikku. Memeluk hangat tubuhku yang mereka bilang semakin kurus. Tawaku sontak lepas menyambut canda mereka, namun ada yang kucari diantara ribuan manusia di bandara sore ini. Aku tak melihat sosokmu, tak melihat sedikit saja senyuman manismu menjemputku pulang.

Kau dimana sayang? Apa lalu lintas sore ini membuatmu terlambat menyambutku? Kubuat ribuan alasan pada keluargaku agar tak lekas pergi meninggalkan bandara sore itu. Aku makan begitu pelan, aku berbincang tak tahu haluan. Ragaku disini, diantara keluargaku namun jiwaku mencarimu kesetiap sudut bandara sore itu. Aku tak menemukanmu, aku gagal mencarimu.

Berkali-kali kutengok layar diponselku, berharap namamu muncul memanggilku atau sekedar suara pendek tanda whatsapp masuk darimu. Tapi tak ada, tak satupun tanda masuk diponselku. Sudahlah mungkin kau sibuk, atau kau lupa hari kepulanganku. Lelahku rasanya semakin lelah dengan pikulan kecewa yang menyarang dihatiku. Kulangkahkan kakiku masuk ke sebuah mobil milik keluargaku, roda itu yang mengantarku pulang ke rumahku. Empat roda yang akan membawaku menyelami setiap indah kota tercinta ini.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Bandung adalah kota yang menyimpan kenangan disetiap sudutnya, aku percaya bahwa Bandung terlahir ketika Tuhan sedang tersenyum itu bukan sekedar slogan, itu nyata bagi sebagian orang, termasuk aku.

Tiga Tahun sudah jiwaku dan jiwamu menyatu jadi satu. Aku hapal betul rengek manjamu, setiap lekuk potret wajahmu, dan segala perhatian dan rasa cemas berlebihmu. Ku coba menelponmu, tapi nomormu tak bisa kuhubungi. Ku coba mengirimimu pesan, namun hanya ceklis yang kulihat. Memang aku merasa telah kehilanganmu dua bulan terakhir ini. Sehingga rinduku tak lagi berwujud untukmu. Kuharap Indonesia akan menyembuhkan itu untukku, namun yang kurasa semakin kuat, bahkan sakit yang terasa.  

Esoknya lelahku telah ku simpan dikamarku, sejenak ku titip di selimutku. Mungkin ia tak keberatan, karena ku tahu kamarku juga rindu bau tubuhku. Ku hampiri sahabatku. Kita saling memeluk, bertegur sapa melepas rindu setahun tak bertemu. Tak banyak basa basi, ku ajak sahabat dekatku mampir sebentar ke rumahmu. Dia hanya terdiam, tak berkomentar hanya meluncur pergi saja menuju rumahmu.Mengiyakan segala keinginanku. Kuberharap kau disana tengah duduk di teras depan rumahmu, seperti biasa ketika dulu kau rajin menungguku.  

Kuketuk pelan pintu rumahmu. Debaran dada itu kurasakan lagi seperti dulu, saat pertama kali aku menjemputmu berkencan untuk pertama kalinya. Ada ibumu kini tepat di hadapanku. Ku cium tangannya penuh hormat, si ibu balas menyapaku hangat. Aku duduk di sofa itu, sofa yang ku duduki saat terakhir aku berkunjung kerumahmu setahun lalu. Masih terasa hangat candamu kala itu, tepat dipojok sana, diambang pintu kau lempar senyuman manis untukku. Tak banyak yang berubah dirumahmu, hanya yang kulihat potretmu yang entah kau atau keluargamu ganti dengan potret yang begitu menyayat hati.

Kau yang kulihat begitu cantik mengenakan kebaya putih yang suci, terlihat bahagia duduk disamping pria yang gagah perkasa dengan sebuah background pelaminan indahnya. Tak perlu lagi ku tanya sosokmu pada ibumu atau sahabatku. Potretmu mewakili segala jawaban atas tanyaku. Aku pamit undur diri, sahabatku menatap mataku dalam. Mungkin ia merasakan apa yang kurasa, tapi ia tak mau banyak bicara. Ia tahu seperti apa aku, ia tahu bagaimana caraku bersikap.  

Aku pantang terlihat terluka, apalagi sampai menetaskan air mata. Biarlah janji kita kini telah usai, kan ku kubur dalam tiap cerita yang kau sumbang. Tak penting dengan siapa kau bersanding, yang penting kau bahagia menjalani hidup yang tersisa. Biar aku yang menikmati setiap kepulan kenangan di rongga ingatan. Biar aku yang sesak menghirup bau aroma tubuhmu yang lekat dalam paru-paruku.

Bandung semakin cerdas membuat hatiku kandas. Membuat luka semakin menganga disetiap sudut tamannya. Membuat jiwa semakin lemah oleh setiap slogannya. Dan membuat hati semakin ingin segera pergi lagi menjauh dari bumi Pertiwi. Tapi aku akan tetap kembali pulang ketanah kelahiran setelah sembuh oleh semua kenangan.

Bandung, biar dia yang menyimpan ceritaku dan kamu. Kenangan yang takkan usai walau dihapus oleh seribu badai...
I'm Hesty Photo Writer I'm Hesty

kamu tak dapat memahami keindahan bumi, sampai kamu memahami definisi indah itu sendiri.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya