[CERPEN] Ajisai no Hana

Bila ia untukmu, maka dia tidak akan kemana.

Hari yang sangat basah di bulan November. Sudah hampir 2 jam Rena duduk di sudut kafe kecil bernuansa Eropa di kawasan Kemang Jakarta. Di luar hujan masih terus saja turun dengan sesekali disertai kilat dan petir yang menyambar. Di depannya ada secangkir earl grey tea dan sepotong sachertorte[2] yang tak kunjung dia sentuh. Ia mengambil map plastik berwarna merah dan mengeluarkan selembar kertas dengan kop bertuliskan aksara kanji yang asing. Ia menghela napas panjang lalu mengambil ponselnya dan mulai berbicara dengan seseorang

“Mah, Rena ambil kerjaan itu. Iya besok Rena pulang ke Bandung. Rena baru berangkat ke sana awal Januari."

 

-Osaka Kansai International Airport[3]-

Setelah hampir tujuh jam perjalanan yang melelahkan menggunakan pesawat dari Jakarta menuju Osaka, Jepang. Rena masih harus menempuh dua jam perjalanan lagi untuk menuju Tokyo menggunakan Shinkansen[4]. Dalam perjalanan dengan Shinkansen itulah ia mulai mengutuki keputusannya menerima pekerjaan sebagai guru bahasa Perancis di Jepang. Ia sama sekali tidak mengerti bahasa Jepang. Bahkan membaca satu hurufnya pun tidak bisa. Ditambah fakta bahwa pengetahuannya akan Jepang sangat minim. Oh, ralat! Pengetahuannya tentang semua negara di Asia memang sangat minim. Satu-satunya hal yang Ia tahu dan Ia suka adalah karakter kartun Pucca yang berasal dari Korea.

Pekerjaannya baru akan mulai pada musim semi, yaitu pada bulan Maret. Tapi setelah tahun baru ia harus sudah berada di Tokyo untuk mengikuti kelas singkat pelajaran bahasa Jepang dasar. Walaupun sekolah tempatnya mengajar lebih aktif menggunakan bahasa Inggris, tapi bahasa Jepang dasar juga sangat berguna untuk kehidupan sehari-hari. Ia menempati sebuah apartemen mungil dengan satu kamar tidur, ruang tamu, mini kitchen, kamar mandi modern dan balkon kecil yang sayangnya hanya menyuguhkan pemandangan gedung dan pertokoan karena ia tinggal di daerah Nakano[5] yang padat.

Begitu selesai membongkar dan menata barang-barangnya yang tidak terlalu banyak, Rena langsung terduduk di sofa mungil di ruang tamu dan menyalakan televisi. Ada akses ke televisi kabel yang menayangkan program luar negeri berbahasa Inggris, namun tidak ada yang menarik perhatiannya sampai akhirnya ia mematikan televisi itu dan mengambil handphone.

Saat baru tiba di Osaka, ia langsung mengganti simcard dengan nomor lokal dan langsung mengabari ibunya via whatsapp bahwa ia sudah sampai dengan selamat di Jepang. Rena melihat-lihat kontak linenya. Tidak banyak mengingat ia memang pribadi yang sulit akrab dengan banyak orang. Hanya ada teman SMA, beberapa teman kuliah dan segelintir teman di Perancis saat ia mengikuti student exchange (pertukaran pelajar)  di sana selama dua semester. Ia lalu lebih memilih menghubungi teman kuliahnya Julie hanya untuk mengisi kebosanan.

Allo[6],” suara Julie terdengar dari ujung telepon .

Allo Julie.

Oui[7] Rena. Ada apa?”

“Cuma pengen calling lo aja. Apa kabar?”

“Baik kok. Lo masih ditempat nyokap lo?” tanya Julie.

“Non[8]. Gue udah mulai kerja Maret nanti. Ini lagi semacam proses pelatihan sebelum ngajar.”

“Oh, lo jadinya ngajar? Lo, sih gak mau kerja bareng sama gue sama anak-anak juga. Divisi bahasa Perancis cuma gue doang,” keluhnya. Julie dan beberapa alumni sastra bahasa asing dari kampus membuat sebuah perusahaan penerjemah bermacam-macam bahasa.

“Iya, nih berdoa aja semoga gue gak kena karma murid gue tidur semua pas gue ngajar gara-gara jaman kuliah suka tidur di mata kuliahnya Monsieur[9] Antony,” Rena berseloroh sambil mengingat beberapa memori masa kuliahnya.

“Jadi lo ngajar dimana? Jakarta?” tanya Julie.

Non. Japon[10]”

What? Gue ga salah denger?” Suara Julie terdengar luar biasa kaget.

“Beneran. Gue udah ada di Tokyo sekarang,” jawab Rena muram. Tiba-tiba suara Julie berubah tinggi terdengar sedikit kesal.

“Gila, ya lo cuma gara-gara masalah lo sama Andrean aja lo sampe nekat kerja jauh ke Jepang. Emang lo tau bahasanya? Emang lo yakin bakal baik-baik aja sendirian?”

“Gak usah bawa-bawa Andrean, Jul. Udah deh sampe sini dulu. Merci[11]. Au revoir[12]” Rena mematikan sambungan telepon dan membenamkan kepalanya di bantal berusaha untuk meredam tangis.

Sebuah line masuk. Dari Julie.

Pardon[13] Ren. Gak seharusnya gue marah ke lo.baik-baik di Tokyo. Kalo butuh bantuan gue tiggal bilang aja. Tu vas me manquer[14].

**

Horikoshi Gakuen. Sekolah menengah atas tempat Rena akan mengajar ini merupakan salah satu sekolah paling elit di Tokyo. Sekolah ini bahkan memiliki kelas khusus untuk para artis dan idol Jepang. Sekolah dengan peraturan yang sangat ketat di antaranya adalah larangan untuk berpacaran sesama siswa, menyalakan ponsel saat pelajaran bahkan larangan untuk membawa dan memakan makanan ringan disekitar sekolah ini memiliki biaya bulanan yang fantastis.

Sekolah ini terdiri 4 kelas yaitu Sport Class tempat para siswa yang berbakat dibidang olahraga, TRAIT atau kelas khusus bagi para artis dan idol terkenal, Scholarship Class atau kelas khusus bagi siswa penerima beasiswa dan yang terakhir adalah kelas tempat Rena mengajar yaitu University Class atau kelas khusus bagi mereka yang ingin melanjutkan ke universitas terkenal baik didalam maupun diluar negeri.

Di University Class, Rena dipercaya untuk mengajar bahasa perancis kepada siswa tahun ketiga yang berlomba-lomba untuk bisa lolos ke Oxford, Harvard, Sorbonne atau minimal ke Toudai[15]. Selain bahasa Perancis, mereka juga diajarkan bahasa asing lain seperti bahasa jerman dan italia tempat negera yang banyak diincar siswa University Class untuk kuliah dan di tahun ketiga mereka sudah diwajibkan full menggunakan bahasa Inggris baik saat belajar maupun saat bercakap-cakap disekolah.

Hari pertamanya mengajar, ia masuk ke kelas 3-1 di jam pelajaran pertama. Saat masuk kelas dilihatnya semua siswa telah rapi, sopan dan siap mengikuti pelajaran. Sikap yang sangat khas anak-anak dari keluarga terpandang.

Good morning,” sapa Rena begitu masuk kedalam kelas.

Good morning,Sensei[16]," jawab anak-anak itu bersamaan.

“Ok. Je m’appelle[17] Serena Citra Darmawan. Tapi kalian bisa panggil saya  Rena Sensei dan saya berasal dari Indonesia,” Rena menuliskan namanya di papan.

“Saya ingin mengetahui nama kalian satu persatu. Yang saya panggil tolong tunjuk tangan. Abe Sakura, Aoki kenta...,” saat tengah mengabsen itulah tiba-tiba pintu ruang kelas terbuka. Seorang siswa yang lumayan tinggi dengan tangan kanan diperban masuk dan langsung duduk dibangku paling belakang tanpa mengucapkan maaf. Rena menghentikan acara perkenalan.

“Kau yang baru masuk. Siapa namamu?” Siswa itu mendongak kemudian memandang Rena tajam.

“Tanaka Genji desu[18],” jawabnya dengan menggunakan bahasa Jepang.

“Tanaka-san[19], apakah kamu tahu bahwa dikelas 3 ini anda diwajibkan menggunakan bahasa Inggris?” Rena berusaha menjaga intonasi suaranya tetap tenang.

“Bukankah anda sendiri menggunakan kata “san” saat mengucapkan namaku? Itu berarti anda juga menyalahi aturan mademoiselle (miss atau nona) Rena."

Rena mendengus kesal. Wajahnya memerah tetapi suaranya tetap dijaga agar berintonasi rendah menjaga emosinya agar tidak sampai keluar.

“Baiklah,” ujarnya.

 “Kita langsung mulai saja pelajaran hari ini. Tapi saya ingatkan lagi untuk tetap menggunakan bahasa Inggris saat pelajaran sedang berlangsung dan panggil saya, Sensei. Bukan dengan panggilan lain.”

Setelah mengajar di dua kelas, Rena berjalan ke ruang guru untuk menyimpan peralatan mengajarnya sebelum ke kafetaria untuk makan siang. Kafetaria untuk para staff sekolah dan kafetaria untuk para siswa berbeda. Ia menuju meja barunya disudut ruangan dan duduk sejenak melepas lelah.

“Bagaimana hari pertama Sensei? Apakah ada kesulitan?” Yamada Sensei selaku kepala bidang kurikulum sekaligus guru bahasa Inggris bertanya.

“Yah, lumayan,” jawab Rena singkat.

“Apakah ada siswa yang mengganggu sensei?” tanyanya lagi. Rena hanya menggeleng enggan.

“Oh iya, apakah sensei ingin makan? Kita bisa pergi ke kafetaria bersama,” Rena kembali menggeleng kali ini dengan sedikit tegas. Ia bersumpah tidak akan ke kantin siang ini. Tidak jika harus bersama laki-laki genit paruh baya itu. Yamada Sensei selalu mendekatinya bahkan sejak pertama Rena datang ke sekolah dan saat Rena belajar dasar-dasar bahasa Jepang.

“Hari yang buruk. Yamada sialan! Dan juga anak sok jago itu Tanaka! Gara-gara mereka berdua aku jadi tidak makan siang. Besok aku harus membawa bekal,” runtuknya dalam hati.

Sudah hampir dua minggu Rena mengajar di Horigaku[20] dan di akhir bulan Maret ini adalah setsubun no hi, yaitu musim semi akan mencapai puncaknya dengan bunga sakura indah yang bermekaran. Beberapa rekan guru sudah punya rencana untuk berpiknik dibawah guguran bunga sakura beramai-ramai dengan teman atau berdua dengan pasangan. Rena sendiri tidak terlalu suka bunga sakura. Ia lebih suka guguran daun momiji[21] di musim gugur yang sempat ia nikmati saat pertama datang ke Jepang. Ia juga sangat suka musim panas dengan berbagai macam perayaan dan libur panjangnya tentu saja. Rena baru saja keluar dari kelas 3-1 saat Yamada sensei memanggilnya.

“Rena Sensei."

“Oh, Yamada Sensei. Ada sesuatu?” tanyanya dengan enggan.

“Sensei bisa memanggil saya, Kousuke saja,” ujarnya. Rena mendengus. “Sampai kapanpun aku tidak akan memanggilmu dengan nama depanmu dasar om om tua” ucapnya dalam hati. Melihat Rena yang terdiam, Yamada memulai lagi. Kali ini langsung ke intinya.

“Rena sensei apakah mau melihat bunga sakura dengan Saya? Tahun ini mekarnya sangat indah. Pasti akan menyenangkan,” tawarnya dengan wajah yang berseri.

“Maaf saya tidak bisa. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” elaknya.

“Ayolah sensei hanya satu hari saja. Yah, hanya beberapa jam lebih tepanya,” Yamada terus mendesak.

Rena ingin menolak dengan tegas kalau perlu dengan kasar karena Yamada seringkali mendesaknya. Tapi kalau dipikir-pikir Yamada adalah atasanya yang harus dihormati. Saat sedang bingung itulah tiba-tiba seseorang keluar dari ruang kelas 3-1

“Rena sensei permisi anda menghalangi jalan,” ucapnya datar. Rena menengok untuk melihat suara siapakah itu. Ternyata Tanaka.

“Maaf Tanaka-san saya diajak berbincang oleh Yamada sensei,” ucapnya. Tanaka melirik sekilas ke arah Yamada kemudian berkata lagi.

“Rena sensei, bukannya anda sudah berjanji untuk membantu saya mencari buku bacaan yang harus di translate kedalam bahasa Perancis?” Rena terlihat bingung.

“Ayo ke perpustakaan sekarang saja. Permisi Yamada sensei,” Tanaka menarik tangan Rena sementara Yamada hanya memandang dengan heran dan sedikit terkejut. Sesampainya di depan perpustakaan, Rena menarik tanganya.

“Apa-apaan kau Tanaka-san?!” ucapnya dengan nada tinggi.

“Ckck aku sudah menyelamatkanmu yang sedang disudutkan oleh Yamada Sensei yang hendak mengajakmu melihat bunga sakura dan inilah yang aku dapat?” ucapnya. Wajah Rena memerah malu.

“Baiklah Tanaka-san. Lalu apa maumu?”

“Sepertinya kau tidak suka bunga sakura. Jadi ayo lihat bunga yang lebih indah dari sakura bersamaku,” ujarnya santai. Rena langsung kaget.

“Apa maksudmu?” tanyanya heran.

“Tidak ada,” ujarnya. “Aku hanya suka ekspresi kesalmu,” lanjutnya kemudian berjalan pergi ke arah kafetaria.

Sejak kejadian itulah Tanaka seringkali membuatnya kesal. Ia bahkan berani berbicara non formal kepadanya bahkan lebih parahnya lagi hari ini saat Rena lewat di kafetaria siswa, Tanaka memanggilnya

“Rena-chan[22]!” Siswanya itu memanggil dengan keras disertai cengiran lebar. Rena yang kesal langsung menghampirinya.

“Panggil saya sensei!” Perintahnya dengan nada keras.

“Kalau aku tidak mau bagaimana Rena-chan?” Tanaka menjawab masih dengan cengiran lebar di wajahnya. Seluruh siswa di kafetaria yang mendengar langsung tertawa terbahak-bahak. Rena langsung berjalan cepat meninggalkan kafetaria.

"Hati-hati Rena-chan,” wajah Rena sudah memerah malu bercampur emosi.

“Tanaka sialan!” makinya dalam hati.

Tanaka bahkan akhir-akhir ini membawa motor besarnya kesekolah padahal sebelumnya Rena melihat ia selalu diantar supirnya dengan mobil yang cukup mewah. Saat Rena sedang berjalan ditrotoar hendak pulang ke apartmentnya tiba-tiba Tanaka berhenti untuk menawarinya pulang bersama yang langsung ditolaknya.

“Padahal aku naik motor agar bisa pulang bersamamu. Sudahlah nanti juga kau pasti mau,” ujarnya lalu melajukan motornya dengan kencang meninggalkan Rena yang masih mengerutkan dahi dengan heran.

Hari minggu adalah hari yang sakral bagi Rena untuk bermalas-malasan. Daritadi ia hanya chat dengan adik perempuanya, Rani yang saat ini tengah S2 di salah satu universitas terkenal di Yogyakarta. Pagi tadi ia juga sudah menelepon mamahnya yang sedang sibuk membuat eksperimen kue didapur. Rena berjanji dalam hati akan mengirimkan buku-buku resep cake Jepang untuk mamahnya. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Seseorang menelponnya melalui Line. Sebuah nama tercetak dilayar teleponnya Andrean. Rena mengangkatnya dengan ragu.

“Hallo.”                                                                  

“Hai, Rena. Apa kabar?” Tanya suara di seberang telepon.

“Baik. Kamu apa kabar?”

“Aku juga baik. Aku menelepon karena ada yang ingin aku katakan,” ujar Andrean. Jantung Rena mendadak berdetak keras. Perasaanya tidak enak.

“Bulan depan aku akan menikah dengan Karin,” ucapan Andrean membuat Rena kaget. Tanpa sadar sebutir air mata menetes ke pipinya.

“Aku hanya ingin memberitahumu dan meminta doa darimu,” ujar laki-laki itu.

“Oke, aku turut bahagia dengan keputusanmu. Aku doakan kalian baik-baik saja selamanya,” Rena berusaha menjaga agar nada suaranya terdengar biasa saja tetapi gagal. Suaranya bergetar hebat dan airmata sudah mengalir deras di pipinya.

“Rena, are you okay?” Andrean bertanya dengan khawatir. Rena langsung menutup teleponnya, mengambil baju hangat lalu pergi naik taksi dari depan apartmentnya kemudian berhenti disebuah taman yang terlihat nyaman dengan beberapa bunga sakura yang tidak terlalu indah.

“Baguslah bunga sakuranya biasa saja jadi tidak ada pasanga yang berpiknik ditaman ini membuatku muak,” ucapnya dalam hati. Rena lalu duduk di sebuah bangku yang langsung menghadap jalan raya. Ia membenamkan wajahnya di kedua telapak tangan dan terisak lirih. Sekitar setengah jam ada diposisi itu, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahunya. Refleks Rena menoleh.

“Ternyata benar itu kau,” ucap laki-laki di hadapannya.

“Tanaka-san? Kenapa kau ada disini?” Tanya Rena.

“Aku tinggal di dekat sini. Di Ebisu Garden Place[23],” ujarnya sambil duduk disamping Rena.

“Kenapa kau? Mau cerita?” Lanjutnya. Rena hanya menunduk.

“Ayo ikut aku,” Tanaka menarik tangan Rena dan menyuruhnya duduk diboncengan motornya. Tidak ada penolakan dari Rena membuat Tanaka sedikit heran. Ia kemudian melajukan motornya di jalanan Tokyo yang ramai.

“Di mana ini?” Tanya Rena sesaat setelah turun dari motor Tanaka.

“Koiwa Shobuen[24],” jawabnya enteng.

“Ini salah satu lokasi favorit ibuku untuk melihat bunga ajisai. Setiap tahun aku pasti kesini untuk mengirimkan gambar bunga ajisai kepada ibuku yang tinggal di luar negeri,” tambahnya. Rena hanya mengangguk-angguk kemudian berjalan-jalan disekitar taman.

“Lalu yang mana bunga ajisai?” tanyanya.

“Sekarang tidak ada. Tapi tunggu saat musim tsuyu[25] nanti. Bunga ajisai disini akan mekar dengan indah. Bagi mereka yang tidak suka sakura biasanya lebih suka ajisai,” Tanaka kembali menjelaskan.

“Jadi kau kenapa? Mau cerita?” Tanyanya sambil memandang wajah Rena.

Rena kemudian bercerita tentang Andrean mantan pacarnya saat kuliah yang akan menikah bulan depan dengan adik tingkatnya di kampus.

“Kau masih mencintainya?” tanya Tanaka. Rena hanya mengangkat bahu.

“Entahlah. Mungkin karena aku bersamanya hampir 3 tahun. Agak sulit untuk melupakan kenanganya,” jawab Rena.

“Lupakan saja dulu orangnya. Jika sudah berhasil baru lupakan kenanganya,” ucapan Tanaka membuat Rena termenung.

Tanaka lalu mengantarkan Rena sampai kedepan apartmennya.

“Aku akan mengajakmu saat nanti ajisai sudah mekar,” ucapnya. Rena hanya tersenyum lalu masuk kedalam setelah sebelumnya mengucapkan selamat tinggal.

Rena kemudian menjadi lebih dekat dengan Tanaka. Laki-laki itu membuatnya senang dibeberapa kesempatan. Ia mengajaknya melihat-lihat Tokyo dan perlahan-lahan Rena mulai menyukai kota itu. Tokyo begitu gemerlap dan canggih dengan unsur-unsur budaya yang belum memudar. Beberapa kuil masih terawat baik begitu juga dengan taman-taman besar yang nyaman.

Tanaka pernah mengajaknya melihat peragaan busana jalanan para remaja yang berdandan cosplay[26] dan gyaru[27] dijalanan Shibuya dan Harajuku, menemaninya berbelanja buku resep untuk ibunya di Indonesia, berendam di onsen, pergi ke Tokyo Disneysea, masuk ke rumah hantu bahkan mengunjungi festival disebuah sekolah dasar. Tanaka juga berjanji akan membawanya melihat bunga ajisai sebelum liburan musim panas mereka. Kedekatan Tanaka dan Rena rupanya menimbulkan bisik-bisik diatara para siswa. Banyak yang menganggap kedekatan mereka berdua lebih dari kedekatan guru dan murid biasa.

“Tanaka-kun di sini saja,” ucap Rena lalu segera turun dari motor Tanaka di persimpangan jalan menuju sekolah.

“Kau ini selalu saja tidak ingin diantar sampai gerbang. Dan panggil saja aku Genji,” Tanaka terlihat sedikit kesal.

“Kau tahu kita sedang jadi bisik-bisik para siswa di sini. Kalau sampai guru-guru tahu bisa gawat. Kau masih ingatkan tentang peraturan dilarang berpacaran itu. dan soal nama aku sudah terbiasa memanggilmu Tanaka. Jadi jangan protes,” ujarnya. Tanaka mendengus kesal.

“Peraturan larangan berpacaran itu untuk antarsiswa. Bukan untuk guru dan murid seperti kita,” jawabnya dengan nada merajuk lalu melajukan sepeda motornya menuju sekolah. Rena tertawa kecil lalu berjalan menuju sekolah.

Kau ingat kan besok kita akan melihat ajisai? Sebuah pesan masuk ke ponsel Rena saat ia baru duduk dimejanya diruang guru. Dari Tanaka.

Tentu saja. jemput di tempatku jam 11 ya. Dan traktir aku makan siang sekalian jawabnya.

Dasar kau ini. Tapi baiklah aku akan mentraktirmu. A demain[28].

Rena terus memandang ponselnya sambil tersenyum senang. Yamada yang berada disebelahnya melihat dengan heran.

Keesokan harinya, Rena sudah siap menunggu Tanaka menjemputnya. Ia sudah memakai dress yang manis yang pastinya akan indah jika dipakai berfoto diantara bunga-bunga yang sedang mekar. Sebelum pergi ke Koiwa Shobuen, mereka berdua memilih makan McD.

“Kenapa harus McD? Jauh-jauh ke Jepang kau malah makan makanan sampah,” keluh Tanaka.

“Karena aku tidak cocok dengan banyak makanan Jepang dan aku sangat rindu beefburger di sini. Sudahlah ayo makan” mereka kemudian makan sambil bercanda sesekali. Tanpa sadar seseorang tengah mengamati mereka dengan intens daritadi.

Setibanya di taman itu, Rena langsung takjub dan berjalan cepat melihat-lihat bunga ajisai yang indah. Betul kata Tanaka orang yang tidak suka sakura, kebanyakan akan menyukai bunga ajisai. Tanaka tidak terlalu bergairah dengan bunga ajisai. Mungkin karena ia sudah sering melihat bunga itu. Ia hanya sibuk mengambil gambar untuk dikirimkan kepada ibunya dan juga mengambil gambar untuk Rena yang minta difoto berkali-kali.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Setelah puas berkeliling, mereka mampir ke gerobak penjual es krim di depan taman. Rena membeli satu triplescoop besar dan membuat Tanaka hanya geleng-geleng kepala. Saat sedang menikmati es krim sementara Tanaka sibuk mengirim gambar kepada ibunya, mata Rena manangkap seseorang yang terlihat mirip Yamada sensei. Laki-laki itu yang sepertinya merasa sedang diperhatikan oleh Rena langsung memakai tudung kepala kemudian pergi.

“Tanaka-kun[29] aku tadi seperti melihat...”

“Lihat ibuku sangat ingin bertemu denganmu,” ucapan Rena terpotong oleh Tanaka. Seketika perhatianya teralihkan.

“Apa? Ibumu? Bagaimana dia tahu aku?” Tanyanya heran

“Tadi aku mengirimkan fotomu diantara ajisai,” jawab Tanaka lalu tertawa keras.

Kemudian ia bercerita bahwa nanti saat ibunya pulang ke Jepang, Tanaka akan memperkenalkan Rena kepada ibunya karena ibunya sudah sangat penasaran. Rena hanya memasang wajah merajuk dengan pipi yang sedikit merona merah.

Di hari Senin, tiba-tiba kepala sekolah memanggil. Rena langsung menuju ruanganya sambil bertanya-tanya ada apakah yang terjadi.

“Saya mendapat laporan bahwa minggu kemarin anda berkencan dengan salah satu siswa,” Rena kaget mendengar penuturan kepala sekolah kemudian langsung menjelaskan bahwa siswa itu hanya sebagai pemandu selama ia berjalan-jalan di Tokyo. Tampaknya kepala sekolah puas dengan jawaban Rena. Setelah pemanggilan itu, ia bertanya-tanya siapakah yang melaporkannya? Dan seperti langsung sadar otaknya, ia tahu sebuah nama: Yamada Kousuke.

Rena tidak menceritakan hal ini kepada Tanaka karena takut membuat laki-laki itu cemas. Ia hanya menyimpan sendiri masalahnya dalam diam.

“Ada apa?” Tanaka bertanya saat malam harinya mereka melihat festival lampion. Rena hanya menggeleng lirih.

“Rena, aku tahu kau guruku. Tapi aku ingin mengatakanya kepadamu. Daisuki[30] kau tahu?” Tanaka memegang kedua tangannya. Rena tidak terlalu terkejut. Ia kemudian tersenyum.

“Lalu?” Tanyanya.                                                                                 

“Kau mau jadi pacarku?” Tanaka langsung to the point.

Lama Rena berpikir mereka memang guru dan murid tapi Ia tak bisa membohongi hatinya bahawa Ia menyukai Tanaka. Laki-laki itu bisa membuatnya berdebar bahagia tiap kali mereka bersama melebihi debaran yang terjadi saat ia bersama Andrean. Dan mengingat Andrean yang membuatnya sakit hati sudah saatnya Rena merasakan kehabagiaan bersama Tanaka. Keegoisannya untuk bahagia bersama laki-laki yang adalah siswanya sendiri itu mengalahkan cibiran para siswa dan teguran kepala sekolah tadi siang.

Yes, I do,” jawabnya lalu memeluk Tanaka erat dibawah lampion Jepang yang indah.

Liburan musim panas ini Rena hanya bermalas-malasan di apartmentnya. Musim panas memang indah di malam hari dengan banyak bintang di langit tapi di siang hari ini merupakan neraka karena udara panas. Jadi Ia hanya tidur di kamarnya dengan AC yang dipasang pada suhu minimum. Tanaka dari kemarin sudah berangkat menemui ibunya. Tampaknya ia akan berada di rumah orangtuanya sampai libur musim panas berakhir. Rena juga memiliki beberapa agenda bersama para guru walaupun Ia harus menahan diri untuk memukul setiap kali melihat Yamada, namun liburannya cukup menyenangkan.

Kamu meridukanku? Tanaka seringkali bertanya seperti itu saat chat.

Tentu saja aku merindukanmu.

Maaf tidak bisa bersamamu liburan ini. Tapi tahun depan aku pasti akan menemanimu selama musim panas. Aku akan mengajakmu melihat ajisai night di Toshimaen[31]. Disana sangat indah. Rena tersenyum bahagia melihat pesan Tanaka.

Ada yang aneh dari ibunya akhir-akhir ini. Ia jadi sering bertanya tipe laki-laki favorit Rena. Padahal biasanya ibunya tidak pernah memusingkanya. Hal itu membuat Rena sedikit heran juga. Ada apa sebenarnya yang terjadi pada Ibunya. Well ibunya tahu mengenai Andrean dan yah mungkin sedikit khawatir jika Rena sampai putus asa atau bagaimana. Seperti siang ini Rena harus menjelaskan ditelepon bahwa ia baik-baik saja.

“Tenang, Bu. Iya, aku baik baik saja,” ia mendengus kesal.

“Aku bahkan punya pacar di sini. Dan nanti akan aku bawa dia untuk menemui Ibu,” lanjutnya kemudian segera menutup telepon.

Ini sudah awal musim gugur. Musim favoritnya. Ia akan segera melihat guguran daun momiji yang disukainya dan menikmati banyak buah buahan enak dimusim gugur. Ia diajak Tanaka untuk melihat momiji paling indah di Tokyo dan juga merayakan ulang tahunnya yang ternyata bertepatan dengan hari festival Tsukimi[32]. Ia sangat menikmati hari-hari bersama Tanaka hingga tidak bisa lagi memikirkan laki-laki lain termasuk Andrean.

Saat sudah masuk musim dingin Rena juga sangat senang karena ia akan segera melihat salju. Dan liburan natal dan tahun baru kali ini Ia akan pulang ke Indonesia menemui ibu dan adiknya. Tanaka sampai merajuk karena tidak bisa menikmati tahun baru bersama Rena dan sebagai gantinya Rena harus menemaninya main ski yang membuatnya kapok karena ia tidak bisa sama sekali dan berkali-kali terjatuh.

“Kau benar-benar akan ke Indonesia?” Rajuk pacarnya itu hampir setiap hari.

“Sudah kubilang, kan. Tenang saja aku akan membawakanmu banyak oleh-oleh,” jawab Rena sambil mengacak rambut pacarnya.

**

Rena tiba di Bandung dengan selamat dan langsung menemui ibunya dirumah yang sudah sangat gembira melihat Rena pulang. Ia membawa banyak oleh-oleh terutama untuk adik perempuan satu-satunya Rani.

“Ren, minggu depan akan ada tamu yang main kesini. Dia sangat senang dengan kepulanganmu. Nanti kita temui, ya,” ujar ibunya. Rena mengerutkan dahi. Tamu siapa yang dimaksud ibunya? Apakah salah seorang pamannya? Rena tak ambil pusing dengan ucapan itu dan menikmati waktu singkatnya di Indonesia sebaik-baiknya dengan berkumpul bersama teman-teman lamanya. Hingga seminggu kemudia ada yang benar-benar datang kerumah. Seorang laki-laki yang tidak dikenalnya.

“Ini Rio. Almarhum ayahmu dan ayahnya Rio sudah lama bersahabat dan mereka berjanji akan menikahkan anaknya saat dewasa nanti,” Rena sangat kaget mendengar penuturan ibunya. Ia ingin membantah tapi berusaha terlihat sopan di depan tamunya. Saat Rio pulang, barulah Rena bertengkar hebat dengan ibunya hingga ia lupa bahwa jantung ibunya dari dulu sangat lemah. Pertengkaran itu berakhir saat Rena melihat ibunya jatuh ke lantai kemudian segera membawanya dengan panik ke rumah sakit.

Rena masih harus menunggui ibunya bergantian dengan Rani karena kondisi ibunya yang kian memburuk. Melihat ibunya seperti itu Ia berfikir apakah Ia harus menerima perjodohanya dengan Rio? Lalu bagaimana dengan Tanaka? Rani tampaknya tahu bahwa kakaknya sedang sangat pusing.

“Kak, lo gak izin ke tempat  kerja lo bahwa lo harus lebih lama tinggal di Indonesia?” tanya Rani hati-hati agar tidak menimbulkan emosi Rena. Rena menghela napas panjang kemudian tersenyum tanda terima kasih kepada adiknya lalu mengambil handphone dan keluar ruangan untuk menghubungi kepala sekolah Horigaku. Setelah mendapat izin, ia kemudian menelepon Tanaka agar pacarnya itu tidak khawatir.

“Apakah aku harus menjenguk ibumu langsung ke Indonesia?” tanyanya.

Tanaka harus tahu yang sebenarnya. Pikirnya

“Ehm Tanaka-san, aku... aku,” Rena berkata sambil menahan tangis.

“Aku akan bertunangan. Ini permintaan ibuku,” lanjutnya. Setitik air mata meleleh ke pipinya. Di ujung telepon Tanaka menghela napas panjang.

“Baiklah Rena Sensei, sampai jumpa,” Tanaka menutup telepon sebelum Rena sempat mengucapkan maaf.

**

Mendengar keputusan Rena, ibunya terlihat sangat senang dan kesehatanya kian membaik sehingga sudah bisa keluar dari rumah sakit. Ibunya kemudian mengatur pertemuan denga keluarga Rio, memesan baju pengantin dan lain sebagainya. Rena terpaksa mengajukan cuti sampai pertengahan musim semi. Berita pernikahanya menyebar dengan cepat disekolah. Menurut rekan gurunya yang mengajar bahasa Jepang, banyak yang tidak menyangka Ia akan menikah secepat itu karena rata-rata orang Jepang memang menikah di usia yang relatif tidak muda.

Sementara Rena merencanakan pernikahannya, di Jepang, Tanaka Genji terlihat sibuk pergi bersama dengan junior perempuan yang berbeda-beda. Hal itu tentunya ia lakukan diluar sekolah karena larangan berpacaran yang ada di Horigaku.

“Genji-kun, kita mau kemana lagi?” Seorang gadis imut kelas 1 bergelayut manja di lengan Tanaka dan memasang wajah imut khas karakter anime. Tanaka segera melepaskan tangan gadis itu.

“Kita pulang dan tolong panggil aku dengan nama keluargaku saja,” jawabnya ketus.

Walaupun kelihatannya Rena senang dengan rencana pernikahanya, Rio sepertinya menyadari bahwa dalam hati Rena tidak sepenuhnya senang. Apalagi jika sedang  berdua saja dan Rio membuka obrolan tentang Jepang, Rena langsung mengalihkan pembicaraan.

Ada yang tidak beres. Pikir Rio. Ia kemudian bertanya pada Rani mengenai kakaknya hingga akhirnya Rani menceritakan bahwa Rena mempunyai seorang kekasih di Jepang dan ia setuju untuk menikah dengan Rio hanya karena faktor kesehatan ibunya. Mendengar itu Rio terkejut. Ia bukan merasa marah tetapi merasa bersalah. Di saat ia merencanakan hari bahagianya, ada dua orang yang harus bersedih karena menjadi korban, yaitu Rena dan kekasihnya di Jepang. Secepatnya Rio mengatur pertemuan dengan Rena. Pernikahanya tinggal satu bulan lagi dan sebelum undangan disebar ia harus memutuskan semuanya.

**

Taman Bunga Cihideung, Lembang

“Ada apa kamu mengajakku kesini?” Tanya Rena heran. Di depannya sudah ada berbagai macam bunga yang mekar berwarna-warni.

“Aku tahu kamu suka bunga,” jawab Rio.

“Ya, lalu?”

“Sku pernah melihat wallpaper hpmu. Kau sedang ada di taman bunga yang sangat indah di Jepang. Bunga apakah itu?” Rio bertanya.

“Bunga ajisai. Bunga itu tumbuh di musim hujan,” jawab Rena sambil tersenyum. Mereka sudah duduk disalah satu bangku taman yang lengang.

“Seseorang yang istimewa pasti yang mengajakmu kesana dan juga mengambil fotomu itu. Kau terlihat sangat bahagia. Itu jenis senyum yang belum pernah kulihat darimu saat bersamaku,” Rio mengucapkannya dengan sedikit bergetar. Rena terkesiap kaget.

“Sudahlah Rio. Aku bersamamu sekarang,” Rena kembali tersenyum.

“Jangan dipaksakan Rena, aku tidak ingin kau tidak bahagia. Kembalilah ke Jepang. Aku yakin laki-laki itu lebih bisa menjagamu,” ucap Rio. Rena menundukkan wajahnya.

“Lalu bagaimana dengan ibu?” Rena terdengar seperti akan menangis. Rio mengusap kepalanya kemudian berkata,

“aku yang atur semuanya.”

Besoknya Rio dengan berani menemui ibu Rena dan mengucapkan maaf bahwa Ia tidak bisa bersama Rena dan mereka lebih cocok menjadi sahabat ketimbang pasangan. Mendengar hal itu ibu memang agak sedih tapi sepertinya Ia bisa menerima. Ia tidak bisa memaksa Rio untuk menyukai Rena walaupun kenyataan yang sebenarnya tidak seperti itu. Biarlah hanya Ia dan Rena saja yang tahu.

Rena akhirnya kembali ke Jepang untuk meneruskan pekerjaanya. Sesampainya di sana, hujan lebat langsung menyambutnya di bandara. Yamada Sensei bertugas menjemputnya. Walaupun enggan Rena ikut saja. Sebelum ke apartmen, ia diharuskan untuk ke sekolah terlebih dahulu untuk menemui kepala sekolah. Setelah banyak ngobrol dan menjelaskan kesehatan ibunya serta rencana pernikahanya yang gagal, Rena pamit untuk pulang. Di tempat parkir ia melihat Tanaka sedang berada di samping sepeda motornya. Baru saja hendak menyapa, tiba-tiba seorang gadis menghampiri Tanaka. Mereka mengobrol cukup akrab dan akhirnya pulang bersama. Rena tertegun melihat pemandangan itu, mereka sempat bertemu pandang. Tanaka terlihat sedikit terkejut lalu kemudian memalingkan muka.

Keesokan harinya, Rena sudah kembali mengajar. Seperti berita pernikahannya, berita gagalnya pernikahan itu juga sepertinya cukup menyebar dikalangan guru dan siswa. Ia sempat bertemu dengan Tanaka tetapi tidak saling menyapa. Tanaka sepertinya sengaja menghindari Rena dan mengobrol dengan anak perempuan yang kemarin pulang bersamanya.

“Itu Rena sensei, kan? Kasihan, ya pernihannya batal,” ucap anak kelas 1 tersebut. Tanaka terlihat terkejut kemudian segera mengejar Rena tanpa memperdulikan panggilan adik kelasnya itu. Tanaka tidak tahu Rena sedang mengalami masa-masa yang sulit dan Ia dengan brengseknya menghindar bahkan membuat Rena panas dengan berdekatan dengan beberapa anak perempuan.

Ia sangat ingin mengejar Rena tapi sepertinya gadis itu sudah masuk ke ruang guru.

Sepulang sekolah, Tanaka kembali gagal menemui Rena. Gurunya tersebut sudah keburu cepat-cepat pulang ke rumah. Bahkan saat dihubungi ponselnya pun tidak aktif. Hingga sekitar pukul 7 malam sebuah pesan masuk ke ponsel tanaka

Aku akan mengajukan surat pengunduran diriku senin nanti melalui Yamada sensei. Hari minggu besok aku sudah akan kembali ke Indonesia pagi-pagi. Malam ini aku tidak ada dirumah jadi jangan mencoba menemuiku. Semoga kau bahagia. Maafkan aku

Setelah menerima pesan dari Rena, Tanaka segera menghubungi ponsel gadis itu yang sialnya sudah dimatikan lagi. Tanaka secepat kilat ke apartment Rena tetapi, menurut salah satu penghuni apartment tersebut, Rena tidak ada di tempat. Ia kemudian ingat suatu tempat dan segera melajukan motornya kesana.

Rena duduk di bangku Taman Toshimaen sambil memandang Festival Ajisai Night yang indah. Tampak beberapa pasangan menikmati malam minggu di taman yang dipenuhi ajisai dan lampu-lampu yang indah. Seseorang tiba-tiba berdiri di depannya.

“Bukankah aku pernah berjanji akan mengajakmu kesini? Kenapa kau malah kesini sendirian?” Tanaka berkata dengan senyum mengembang.

“Sedang apa kau? Pergi bersama kekasih barumu?” tanya Rena ketus.

“Aku senang melihatmu kesal tapi aku lebih senang melihatmu cemburu seperti sekarang. Aku tidak punya kekasih baru. Aku masih pacarmu yang setia,” jawabnya dengan senyum jail.

“Setia apanya. Lalu siapa gadis itu?”

“Hanya fans.” Rena tertawa mendengar jawaban Tanaka.

“Ayo berkeliling. Di sini sangat indah. Tidak seharusnya kau hanya duduk saja,” Rena kemudian menerima uluran tangan Tanaka dan berkeliling taman itu bersama. Ditengah taman tiba-tiba Tanaka menghentikan langkahnya.

“Kau tahu aku mencintaimu?” Ujarnya sungguh-sungguh.

“Ya, aku tahu,” jawab Rena.

“Lalu kau akan benar-benar kembali ke Indonesia besok?” tanyanya.

“Tentu saja tidak,” Rena menjawab kemudian tertawa.

“Lalu bagaimana dengan surat pengunduran dirimu yang akan kau titipkan pada Yamada?” Tanaka bertanya jahil.

“Ah, akan aku sobek sepulangnya dari sini,” mereka berdua kemudian tertawa bersama dan berpelukan. Rena sudah tahu di sinilah kebahagiaanya berada.

 

-selesai-

           

Glosarium:

[1] Bunga yang mekar di musim hujan

[2] Cake cokelat khas Belgia

[3] Bandar Udara Internasional Kansai

[4] Kereta api cepat Jepang

[5] Salah satu distrik yang berada di Tokyo

[6] Kata sapaan dalam bahasa perancis ketika menjawab telepon. Sama seperti “hello” dalam bahasa inggris

[7] Ya (bahasa perancis)

[8] Tidak (bahasa perancis)

[9] Mr atau tuan (bahasa perancis)

[10] Jepang (bahasa perancis)

[11] Terima kasih (bahasa perancis)

[12] Sampai jumpa (bahasa perancis)

[13] Maaf (bahasa perancis)

[14] Aku akan merindukanmu (bahasa perancis)

[15] Tokyo Daigaku

[16] Guru (bahasa jepang)

[17] Nama saya (bahasa perancis)

[18] Sebuah akhiran sopan untuk menegaskan sesuatu (bahasa jepang)

[19] Panggilan untuk menghormati orang lain, biasanya untuk yang baru dikenal, baik laki-laki maupun perempuan (bahasa jepang)

[20] Horikoshi Gakuen

[21] Daun musim gugur

[22] Akhiran yang biasanya digunakan untuk memanggil (cewek) yang sudah akrab dengan umur yang lebih muda dari sang pemanggil

[23] Salah satu kawasan elit di Jepang

[24] Taman tempat mekarnya bung apotong di Jepang

[25] Musim hujan

[26] Costum Player (orang yang meniru karakter 2 dimensi)

[27] Fashion anak muda Jepang, dengan rambut dicat cokelat dengan make up dan busana yang unik

[28] Sampai jumpa (bahasa perancis)

[29] Panggilan akrab kepada laki-laki

[30] Aku suka kamu

[31] Taman Bunga

[32] Festival Bulan pada musim gugur

 

Hafiyyan Irham Photo Verified Writer Hafiyyan Irham

Content Writer. Football, Movies, and Lifestyle

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya