Di Suatu Sore

Mengungkap kenang yang menggenang.

Sudah jam empat sore dan aku harus segera meninggalkan perpustakaan, karena lima belas menit lagi petugas perpustakaan yang bertubuh kurus dan memakai kacamata itu akan mengusir siapa saja yang masih berada di dalam, tidak perduli apa yang sedang dilakukan atau untuk apa mereka ada disana. Aku mulai merapikan kertas-kertas kosong yang belum sempat kutulis apa-apa karena terlalu banyak hal yang sudah tidak bisa kutulis lagi.

Ballpoint bergambar kupu-kupu biru juga langsung kumasukkan kedalam tas, tidak lupa handphone yang masih terhubung dengan headset. Aku merapikan semuanya dan keluar dari perpustakaan yang penuh akan keheningan itu. langkahku tiba-tiba terhenti beberapa meter di dekat lift kemudian waktu seolah berhenti. Aku melihat dia dengan perempuan lain. Mereka begitu mesra dengan tatapan yang seolah olah mereka sudah saling memiliki. Dia lelaki yang sangat baik. Aku suka nada bicaranya kepadaku, seolah aku adalah anak perempuan yang paling disayanginya.

**********

Aku mulai mengingat kembali kejadian dua tahun yang lalu di depan lift lantai dasar universitas ini. Pagi itu seperti pagi yang paling buruk selama masa kuliah, aku terlambat dan antrian lift panjang sekali. Bukan. Bukan hal itu yang membuat pagi terasa buruk. Tapi diantara kerumunan mahasiswa yang terlambat, aku melihat dia dengan perempuan berwajah cantik.

Mereka berjalan bersama kearah kerumunan mahasiwa kemudian berhenti dan seperti mengucap kata perpisahan. Dia melambaikan tangannya ke perempuan cantik itu dan memilih untuk menaiki tangga, sedangkan perempuan cantik itu ikut mengantri diantara kerumunan mahasiswa terlambat termasuk aku. Mungkin saat itu dia tidak melihatku, tapi entah kenapa takdir mengijinkan aku untuk melihatnya sekalipun aku sebenarnya tidak mau melihat. Aku tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan. Mungkin aku cemburu.

Lift kosong sudah mendarat dihadapanku, aku masuk berdesak desakan. Dan aku bertekad untuk menjalani hari dengan baik sekalipun dengan perasaan yang sudah tidak memiliki cara untuk tersenyum. Langit sudah memperlihatkan sisi gelapnya, sudah jam delapan malam. Dosen yang sudah tua renta itu menambah daftar panjang pembicaraannya di kelas.

Sudah seharian ini, semua hal membuatku kesal. Mungkin karena kejadian tadi pagi. Namun semuanya berubah saat aku bertemu dia di lantai dasar universitas, untungnya dia tidak dengan perempuan itu lagi. Dia sedang berdiri di depan meja security bersama kedua orang temannya yang juga kukenal.

“Lin...... Sini deh, liat kartu member gue yang baru dong”, Anto memanggilku sambil menunjukkan satu buah kartu member yang seperti e-ktp itu.

“Yaaa.. Hei Ka, baru gabung jadi member apa emang?” tanyaku sedikit penasaran.

"Iya makanya sini dulu dong ngobrol, buru buru amat sih mau pulang. Baru jam segini”

“Iya iya, inikan udah disini, jadi kalian lagi ngobrolin apaan sih?”

“Ini gue abis ikut seminar tadi siang, trus langsung jadi member deh di komunitas itu. Ini komunitas sastra yang keren loh. Sering bikin acara acara gitu bla bla bla” Bicaranya terlalu banyak dan tidak berhenti sampai Edwin temannya menjeda.

“Ah cuman member gitu doang lin, ceritanya heboh daritadi” kata Edwin memotong pembicaraan.

“Ya gapapalah. Bagus tau ikutan seminar kayak gitu, jadi member juga. Kan nambah pengalaman sama temen baru.” Akhirnya kalimat itu keluar juga, setelah Abi daritadi hanya jadi pendengar yang baik.

"Tuh denger kata Abi, dia mah bener kalo ngomong” jawab anto yang senang karena merasa dapat dukungan.

“Alina, pulang sama siapa? Nih ada Abi. Minta dianterin aja, mobil gue udah penuh sama bocah ini” Kata edwin sambil menunjuk anto.

“Iya Bi, anterin lah. Biasanya juga bareng kan!” tegas anto sambil tersenyum.

“Iyalah, ayo lin pulang” jawab Abi sambil memasukkan handphone kesaku celananya.

“Iya bi.. Yaudah duluan ya ka anto, win..., bye” kataku, sambil melambaikan tangan tanda perpisahan. Aku mulai berjalan mengikuti Abi ke arah parkiran.

“Gimana kuliahnya lin?” tanya Abi singkat.

“Ya gitu deh, harusnya kuliah sampe jam lima sore, tapi dosen ngadain kelas pengganti hari ini. Jadinya pulang malem. Lelah. Kamu Kenapa pulang malem?” jawabku sedikit mengeluh dan penasaran.

“Ini masih sore tau.... Aku biasalah, tadi harus ngejar deadline tugas. Jadinya baru bisa pulang jam segini. Untung ketemu kamu, kan jadi ada temen pulang.” Kata Abi dengan kalimat gombal ciri khasnya itu.

“Masuk Lin” tegas Abi yang menyuruhku masuk ke mobilnya.

“Iya Bi” jawabku singkat.

“Lin dipake dong sitbelt nya. Kamu kebiasaan deh. Bukannya apa apa, nanti kalo ada polisi kan aku ngga sanggup ngelepas kamu sebagai jaminan.” dengan nada bicaranya yang gombal, selalu seperti itu.

“Iya ini mau dipake” aku langsung memakai sitbeltnya.

“Oiya Lin, kamu laper ga? Mau cari makanan dulu? Kamu ngga kenapa kenapa kan kalo pulang lebih malem?" Tanya Abi sambil melihatku.

“Emmmmm, ya gapapa sih ka. Tapi jangan malem banget yah” sebenarnya aku hampir tidak bisa menolak semua ajakannya.

“Oke kalo mau, jadi di depan sana aku lurus aja. Disana banyak tempat makan. Kamu lagi mau makan apa?” sambil menunjuk kearah depan dan bertanya kepadaku.

“Apa aja ka, tp jangan makanan berat ya. Soalnya dirumah aku pasti disuruh makan lagi sama mamah” itu jawabanku yang seolah memperlihatkan aku anak rumahan yang sayang masakan mamah.

“Owh gitu” jawab dia sambil tersenyum.

“Makan soerabi Bandung aja Yu, di sebelah situ. Kayaknya masih buka.” katanya lagi sambil melihat ke sisi jalan.

“Yaa boleh, itukan makanan kesukaan aku dikampung.” jawabku antusias.

“Kamu udah sering makan disitu dong” tanya dia.

“Belum pernah makan disitu” jawabku sambil tersenyum.

“Loh gimana sih, rumah kamu kan daerah sini lin.” kata dia sambil melihat tempat yang kosong untuk parkir.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Iya kan aku anak rumahan, jarang cari makan keluar” sekali lagi jawabanku yang menegaskan aku anak rumahan.

“Yaudah kalo gitu kamu harus makan banyak disini, yukk” katanya sambil tersenyum dan membuka pintu mobil. “ayuk” aku mengikutinya masuk kedalam.

**************

No smoking area adalah tempat favouriteku dengannya karena aku tau Abimanyu bukan seorang perokok. Dikursi pojok dekat jendela aku dan abi sudah duduk bersebelahan dan pelayan restoran itu mendatangi kami dengan membawakan dua buku menu untuk kami pilih.

“Nah banyak pilihannya tuh lin, kam ma yang mana?” tanya Abi sambil membuka lembaran buku menu.

“Aku mau soerabi pisang susu ya mba sama ice green tea latte” aku langsung memesan dan pelayan itu langsung mencatatnya.

Mmmm... minum jus alpukat enak nih kayaknya, jus alpukatnya satu ya mba. Sama soerabinya sama deh yang pisang susu juga”. Kata Abi kepada pelayan itu. Pelayan itu langsung mencatat pesanan kami dan meninggalkan kami berdua. Aku sudah sangat mengantuk saat itu namun Abi tidak pernah membiarkan aku terlihat seperti itu, dia terus saja mengajakku mengobrol dan tidak seperti biasanya, Abi yang selalu memaksaku bercerita namun malam itu dia yang bercerita lebih banyak dariku.

Abi menceritakan banyak tentang temannya yang sedang jatuh cinta dan bagaimana dia ikut terlibat dalam membantu temannya itu. Sudah hampir jam 10 malam dan makanan dimeja sudah hampir habis, Abi dan aku segera menghabiskan makanan dan diapun mengajakku untuk pulang.

“Udah malem nih lin, pulang yuk” Abi mengajakku pulang

“Iyanih udah malem, yuk” kataku sambil berdiri dan menjauhi meja.

“Aku ke toilet dulu sekalian ke kasir, kamu tunggu di depan aja” kata Abi sambil melihat jam tanggannya.

“Yaudah aku tunggu di depan situ ya” kataku sambil melihat kearah tempat dimana aku akan menunggunya.

Kurang lebih sudah 5 menit dan Abi terlihat berjalan ke arahku, kemudian Abi dan Aku menuju parkiran dan langsung mengantarkanku pulang.

********

Sudah menjadi kebiasaanku, setiap Abi mengantarkanku pulang aku selalu mengirimkan pesan singkat melalui chat pribadi salah satu aplikasi android untuk mengucapkan terima kasih.

“Makasih ya bi untuk soerabinya yang manis dan cerita-ceritanya yang manis, hati-hati dijalan” Tulisan pesanku padanya.

"Iya lin, makasih juga ya. Kamu udah nyampe rumah?” balasnya.

“Udahlah, hehehe. Kamu udah  nyampe mana?” jawabku.

“Ini udah sampe parkiran rumah kok” jawabnya singkat.

“Owh bagus deh, yaudah istirahat gih” kataku yang sudah lelah melihat layar handphone.

“Eh nanti dulu, aku mau cerita” balasnya kepadaku.

“Cerita apa? Kan tadi udah cerita banyak”

“Iya masih pengen cerita sih, tapi kamu jaga amanah ya. Jangan ceritain ini ke orang lain” katanya memaksaku untuk menjaga rahasia.

Iya bi, cerita deh.”

“Aku cuma mau bilang gini, susahnya kalo abis anter kamu pualng itu, bawaannya pengen peluk”

"Dih, kirain cerita apa gitu. Yang serius apa kek gitu. Inimah bukan cerita Bi” jawabku.

“Iya makanya, tapikan enggak. Ngga ada yang serius lin. Yang serius udah aku ceritain semua” “kenapa pengen peluk? AC mobilnya dingin banget ya?” jawabku sedikit bercanda.

“Ngga, heheheh” jawabnya “terus?”

“Abis seneng aja. Abis cerita-cerita, ngobrol-ngobrol.. trus yang susah pas liat matanya bawaannya jadi pengen peluuuk, tapi ditahan stop stop gitu” jawabnya agak sedikit aneh.

“Bagus berarti bisa tahan” aku hanya bisa menjawab itu.

“Yap, as always” Pembicaraan malam itu sudah semakin melantur, aku benar-benar tidak mengerti harus menjawab apa lagi. Karena aku tidak berani menanyakan arti dari semua ini. Dia hanya menjelaskan bahwa aku adalah tipe perempuan yang disukainya mulai dari fisik sampai kepribadian tapi tidak pernah menjelaskan tentang bagaimana menjadi “kita”. Atau mungkin pemahamanku tentang cinta begitu buruk.

Aku hanya mampu menemaninya terjaga sampai kalimat terakhir itu dan Abi sudah berhasil menyihirku agar lupa dengan kejadian tadi pagi. Kemudian hari-hari berikutnya selalu sama, aku tidak pernah menanyakan bagaimana Abi dan aku seharusnya menyebut kata “kita” dan Abi juga tidak pernah menjelaskan tentang hal itu.

***********

Itu sudah dua tahun yang lalu namun semuanya masih terekam jelas dalam kepalaku. Entah dia memakai sihir apa, atau aku yang tidak pernah tau bagaimana cara melupakan semuanya. sudah cukup lama aku berdiri disini, dan tidak tau lagi harus melangkah kemana. Tiba-tiba seseorang yang terburu buru keluar dari perpustakaan menambrakku dan tasku jatuh kelantai dengan suara yang cukup mengundang orang-orang termasuk Abi untuk melihatku.

“Maaf ya, Mba” kata orang yang tidak sengaja menabrakku.

“Iya iya” jawabku sambil mengambil tas yang jatuh kelantai Abi melihatku dan tersenyum, dan perempuan yang bersamanya seketika menarik tangannya masuk kedalam lift.

Kemudian aku bergegas menurun anak tangga sampai ke loby kampus dan berharap tidak bertemu Abi dan perempuan itu. Dan beruntungnya aku tidak bertemu dengan mereka lagi. Namun aku baru menyadari kalau handphone dalam saku celanaku bergetar kemudian aku mengambilnya dan dilayar kaca handphoneku bertuliskan Abimanyu. Ternyata Abi segera meneleponku saat itu, namun aku tidak menghiraukannya, aku segera memasukkan handphone yang masih bergetar itu kedalam tas. Sudah jam lima sore dan akusudah sampai dirumah dengan perasaan yang entah harus kunamai apa.

Setelah itu aku melihat handphoneku terdapat beberapa pesan dan itu dari Abi, dia mengajakku bertemu malam ini untuk sekedar minum kopi katanya. Mungkin jika ini terjadi dua tahun yang lalu akan segera bersiap-siap untuk pergi ke kedai kopi bersamanya, namun untuk saat ini tidak. Sudah tidak lagi, aku tidak mau terkurung dalam lingkaran waktu yang sudah dia buat sedemikian rupa. Aku ingin pergi, lepas dari semuanya. Keluar dari lingkaran tanpa nama yang dibuatnya.

Piani Photo Writer Piani

Ask your self, are you alive or just breathing?

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya