Untuk Cinta, Aku Berhenti

Mencintai. Rasa yang menggelayuti raga, rindu yang menguras jiwa. Meski pedih, aku tahu cara untuk berhenti.

Untukmu pemilik hidung kokoh dan menjulang.

Aku menyukaimu, semua tentangmu dan segala yang berhubungan denganmu.

Pernahkan aku barang sejenak hadir dalam segumpalan lunak yang berbungkus kepalamu itu?

Atau adakah tindakku barang setitik menyentuh segenggaman merah yang berselubung tulang rusukmu itu?

Sedangkan kau, tanpa ku minta selalu hadir mengusik otak dan hatiku.

 

Untukmu pengguna kaca mata yang tebal.

Aku pengagummu, yang menjadi mata-mata setiap gerak-gerikmu.

Maukah kau memberiku kesempatan bahkan jika sedetik untuk tawamu menjadi milikku?

Atau bersediakah kau membiarkan bahkan jika sekilas laju cahaya untuk tanganmu ku genggam?

Sementara kau yang tanpa menjalin hubungan menyentuh telapak tangan gadis lain dan mebiarkan dia menikmati tawamu.

 

Untukmu empunya alis mata nan lebat.

Haruskah aku membungkam cintaku, menutup rapat rasaku, dan membakar tandas sisa-sisa kekagumanku akanmu?

Haruskah aku berjalan mundur, berbalik tujuan, dan memutar jalan kearah yang berlawanan denganmu?

 

Aku yang terus menahan perihnya jantung yang tertohok.

Aku yang selalu menikmati sakitnya jiwa yang digerogoti rasa.

Cinta hanya sedang tak berpihak padaku.

Haruskah aku sudahi saja?

Walau rasa masih mengendap, otak masih terperangkap, dan hati masih terikat

Aku harus berhenti, untukmu.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Vera Simarmata Photo Writer Vera Simarmata

Pemimpi!!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya