[PUISI] Semilir Angin di Penghujung Bulan Mei

Ia pasrah jika ia hendak dipanggil siapapun yang paling hina, setidaknya telinganya tidak berdengung karena sunyi...

 

Angin malam tak mampu berkata, hanya melihat.

Matanya tak pernah menutup; ia bagaikan luka abadi yang menganga

Ia hanya mencinta daun hijaunya

Tak ada harap yang menggelayut di batinnya. Ia sudah lepas, pasrah.

Mungkin jendela di pinggir kota, dasi-dasi mengkilap para pejabat, kacamata gurunya, sampah pemulung, buku porno yang ia sembunyikan, kerudung ibunya, maupun wanita yang didambakannya itu

Bahkan satu pun tiada yang pernah meliriknya

 

 

Sebagian dirinya tidak bisa menyangkal

Ia merasa hilang, melayang, menerjang tenang, hampa kala siang, apalagi malam?

Kasihan, bisiknya di kelam malam kepada batinnya

Ia merasa dirinya pantas untuk dipandang ke atas

Dan ilalang yang dilewatinya juga tertawa,

Terkekeh dan bicara bahwa terlalu banyak yang lebih indah darinya

 

 

Angin ingin hilang saja rasanya

Ia pasrah jika ia hendak dipanggil siapapun yang paling hina, setidaknya telinganya tidak berdengung karena sunyi

Toh, bukan ia yang rugi

Ia ingin musnah saja

Ia ingin ditelan malam; itu pun jika malam mau

 

Di kelamnya Jakarta,

Rabu, 7 Maret 2018,

Rika Mandasari

 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Rika Mandasari Photo Writer Rika Mandasari

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya